tag:blogger.com,1999:blog-31561255113555963172024-03-14T03:26:09.015+07:00keramatnusantara1Mengulas peninggalan Pusaka-pusaka Nusantara, Ragam Budaya NusantaraUnknownnoreply@blogger.comBlogger89125tag:blogger.com,1999:blog-3156125511355596317.post-34224084821923953852019-06-22T00:11:00.001+07:002022-01-22T02:05:17.644+07:00Prasasti Anjuk Ladang<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://2.bp.blogspot.com/-Hc_BJzshFOI/XNRNcXenSFI/AAAAAAAAGE4/O5sRskR9-B4d373bySNkmECuvYD69QCzQCLcBGAs/s1600/Prasasti%2BAnjukladang_040712.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="320" data-original-width="240" height="400" src="https://2.bp.blogspot.com/-Hc_BJzshFOI/XNRNcXenSFI/AAAAAAAAGE4/O5sRskR9-B4d373bySNkmECuvYD69QCzQCLcBGAs/s400/Prasasti%2BAnjukladang_040712.jpg" width="300" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="font-size: 12.8px;">Prasasti Anjuk Ladang [Foto Kekunaan]</td></tr>
</tbody></table>
<br />
<br />
<br />
<br />
Prasasti Anjukladang berangka tahun 859 Saka atau 937 Masehi. Sayang sekali bahwa prasasti ini belum terbaca seluruhnya karena disebabkan tulisan-tulisan yang terpahat mengalami keausan, terutama pada bagian atas prasasti. Namun dari beberapa tulisan yang tidak mengalami aus dapat kiranya didapatkan keterangan sebagai berikut:<br />
<br />
Raja Pu Sindok telah memerintahkan agar tanah sawah kakatikan (?) di Anjukladang dijadikan sima dan dipersembahkan kepada bathara di sang hyang prasada kabhaktyan di Sri Jayamerta, dharma dari Samgat Anjukladang.<br />
<br />
Menurut J.G. de Casparis, penduduk Desa Anjukladang mendapat anugerah raja dikarenakan telah berjasa membantu pasukan raja di bawah pimpinan Pu Sindok untuk menghalau serangan tentara Malayu (Sumatera) ke Mataram Kuna yang pada saat itu telah bergerak sampai dekat Nganjuk. Atas jasanya yang besar, maka Pu Sindok kemudian diangkat menjadi raja. Selain itu, prasasti ini juga berisi tentang adanya sebuah bangunan suci.<br />
<br />
Dalam makalahnya yang berjudul “Some Notes on Transfer of Capitals in Ancient Sri Lanka and Southeast Asia”, de Casparis mengatakan bahwa dalam prasasti itu juga disebutkan bahwa Raja Pu Sindok mendirikan tugu kemenangan (jayastambha) setelah berhasil menahan serangan raja Malayu, dan pada tahun 937 M, jayastambha tersebut digantikan oleh sebuah candi.<br />
<br />
Kemungkinan besar bangunan suci yang disebutkan dalam prasasti ini adalah bangunan Candi Lor yang terbuat dari bata yang terletak di Desa Candirejo, Kecamatan Loceret, di dekat Berbek, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur.<br />
<br />
Kutipan isi prasasti Anjukladang yang menyebutkan hal itu: A. 14 – 15: … parnnaha nikanaŋ lmah uŋwana saŋ hyaŋ prasada atêhêra jaya[sta]mbha wiwit matêwêkniraŋlahakan satru[nira] [haj]ja[n] ri [ma]layu (= di tempat ini [yang telah terpilih] agar menjadi tempat didirikannya bangunan suci, sebagai pengganti tugu kemenangan, [di sanalah] pertamakali menandai saat ia [raja] mengalahkan musuhnya raja dari Malayu).<br />
Prasasti ini sekarang menjadi koleksi Museum Nasional di Jakarta dengan Nomor Inventaris D.59. ***<br />
<br />
Kepustakaan: [<a href="http://kekunaan.blogspot.com/2012/05/prasasti-anjukladang.html" target="_blank">Kekunaan</a>]<br />
__________, 2007. Katalog KOLEKSI ARKEOLOGIS Museum Anjukladang, Kabupaten Nganjuk, Nganjuk: Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten , hal. 2<br />
Nastiti, Titi Surti, 2003. Pasar di Jawa Masa Mataram Kuna Abad VIII – XI Masehi, Jakarta: PT. Dunia Pustaka Jaya, hal.26Unknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-3156125511355596317.post-82009993085784102732019-06-22T00:07:00.002+07:002022-01-22T02:05:17.658+07:00Prasasti Batu Bertulis<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://3.bp.blogspot.com/-De6V6ZoV_sI/XNx56ou-rZI/AAAAAAAAFCY/dCJRkH8kBWYhtjpaKKASb2ISHxvCWdIJQCLcBGAs/s1600/Untitled.png" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="252" data-original-width="483" height="331" src="https://3.bp.blogspot.com/-De6V6ZoV_sI/XNx56ou-rZI/AAAAAAAAFCY/dCJRkH8kBWYhtjpaKKASb2ISHxvCWdIJQCLcBGAs/s640/Untitled.png" width="640" /></a></div>
<br />
<br />
Prasasti Batu Bertulis ditemukan di Kampung Pahit, Desa Sebabas, Kecamatan Nanga Mahap, Kabupaten Sekadau, Provinsi Kalimantan Barat, dan replikanya ditampilkan di Plaza Museum. Provinsi Kalimantan Barat.<br />
<br />
Berdasarkan informasi yang didapat dari Museum Provinsi Kalimantan Barat, prasasti ini diyakini dibuat pada sekitar abad ke-9 Masehi, di mana di daerah tersebut masih di bawah kerajaan Hindu.<br />
Prasasti Batu Bertulis menggunakan aksara Pallawa dan berbahasa Sansekerta, dan isinya berisikan tentang ajaran agama Buddha. ***<br />
<br />
sumber: kekunaanUnknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-3156125511355596317.post-8980833770796024362018-11-17T04:30:00.000+07:002022-01-22T02:05:17.634+07:00Gayatri Rajapatni, Perempuan di Balik Kejayaan Majapahit Adalah watak Rajapatni Gayatri yang agung, sehingga mereka menjelma pemimpin besar sedunia, yang tiada tandingannya. Putri, menantu, dan cucunya menjadi raja dan ratu. Dialah yang menjadikan mereka penguasa dan mengawasi semua tindak tanduk mereka <i>(Negarakrtagama, Bab 48) </i><br />
<br />
Cuplikan dari kitab Negarakrtagama inilah yang dipilih menjadi pembuka kisah hidup tentang Gayatri Rajapatni yang ditulis oleh mantan duta besar Kanada untuk Indonesia, Earl Drake. Siapa dan bagaimana peranan Gayatri Rajapatni dalam sejarah perjalanan kerajaan Majapahit hingga mencapai masa gemilangnya diungkap dengan gaya bahasa ringan dalam buku ini. Sebenarnya siapa itu Gayatri Rajapatni?<br />
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://1.bp.blogspot.com/-lGJgEjw4fXg/W-82orwgohI/AAAAAAABDjc/Qg5VczpLmN4rzKcusanyCRcjQ2NIBSdtQCLcBGAs/s1600/images.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="326" data-original-width="155" height="320" src="https://1.bp.blogspot.com/-lGJgEjw4fXg/W-82orwgohI/AAAAAAABDjc/Qg5VczpLmN4rzKcusanyCRcjQ2NIBSdtQCLcBGAs/s320/images.jpg" width="152" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;"><i>Gayatri Rajapatni, Perempuan di Balik Kejayaan Majapahit </i></td></tr>
</tbody></table>
<br />
<br />
Tugas seorang bermoral adalah mengenali suatu tujuan yang mulia dan setia pada tujuan tersebut.<br />
(Gayatri Rajapatni)<br />
<br />
Arak-arakan menyambut Pangeran Wijaya dan pasukannya memasuki batas kota, mereka disambut oleh para menteri Jayakatwang dan diantarkan ke Daha, ibukota Kediri. Sementara itu di bangsal perempuan Keraton Kediri, Gayatri yang mendengar kedatangan Pangeran Wijaya untuk menyerahkan diri; penasaran dengan rencana apa yang akan dilakukan oleh kakak iparnya. Ia menerobos kerumunan warga di bibir jalan dan berdiri di deretan depan menunggu lewatnya perarakan.<br />
<br />
Pangeran Wijaya yang tampan melangkah gagah, mengedarkan pandangan menyapu ke segala penjuru hingga hinggap pada sepasang mata belia yang juga sedang memandanginya. Mata mereka beradu sepersekian detik hadirkan seulas senyum di bibir Pangeran Wijaya, kini ia yakin adik iparnya Putri Gayatri selamat dari pertikaian di Singhasari. Tanpa mereka sadari, sebuah harapan diam-diam terajut di antara dua hati. Harapan yang bangkitkan gairah seiring datangnya sebuah pesan yang disampaikan pengawal Pangeran Wijaya dan menggetarkan sanubari Gayatri seperti yang dituliskan kembali dalam buku hariannya:<br />
<br />
“Katakan kepada Putri agar jangan putus asa. Kakak sulungnya selamat dan kini tinggal di penampungan sementara kami di Madura. Kita harus tetap tenang sampai bisa kembali membangun kekuatan dan merebut kembali kerajaan. Untuk saat ini, biarkan Putri Gayatri, tinggal di sini sampai kami bisa menyelamatkan dan membawanya ke pangkuan sang Pangeran”<br />
<br />
Penyerangan oleh Kerajaan Kediri<br />
<br />
Asa perlahan bersemi dalam diri Gayatri untuk membangun kembali cita-cita sang ayahanda mewujudkan sebuah kerajaan pemersatu Nusantara. Dyah Dewi Gayatri Kumara Rajassa, putri bungsu dari empat orang anak perempuan Krtanagara, Raja Agung Singhasari. Gayatri yang dekat dengan sang ayah, sejak usia lima belas tahun menaruh minat yang tinggi pada tata negara, hukum, agama, teater dan yoga; sehingga sering menjadi teman diskusi raja membahas kelangsungan negara. Gayatri selamat dari penyerangan besar-besaran yang dilakukan oleh pasukan Jayakatwang dari Kerajaan Kediri ke Singhasari pada 1292 yang menewaskan ayahanda dan ibundanya. Kakak sulungnya Tribhuwana, istri dari Pangeran Wijaya kabur dari istana menyusul suaminya ke medan laga sedang dua kakaknya yang lain Mahadewi istri Pangeran Ardaraja putera Jayakatwang dan Jayendradewi dijadikan sandera dan dibawa ke Kediri.<br />
<br />
Ketika istana Singhasari diserang oleh pasukan Kediri, Gayatri sedang asik belajar di kamar belakang sehingga luput dari pembantaian. Untuk menyamarkan dirinya Gayatri berganti nama menjadi Ratna Sutawan, menanggalkan baju kebesaran istana dan berpura-pura menjadi puteri pegawai rendahan keraton. Bersama Sodrakara pengasuhnya, mereka ikut diboyong ke Kediri menjadi tawanan dan ditempatkan di bangsal perempuan Keraton Kediri. Sebelum meninggalkan istana, ia meminta ijin kepada Sodrakara agar diantarkan melihat jasad orang tuanya untuk memberi sembah terakhirnya.<br />
<br />
Ia raih tangan ayahnya yang dingin dan bersumpah akan mengabdikan diri untuk mengenangnya dan merawat apa yang telah diwariskannya. Sejenak kepedihan yang dalam menguasai dirinya, setelah itu ketakutan. Bagaimana ia bisa bertahan hidup seorang diri?<br />
<br />
Gelar Rajapatni<br />
<br />
Sejak pertemuannya kembali dengan Pangeran Wijaya, mereka menyusun rencana untuk membangun kembali sebuah dinasti baru dengan seorang pemimpin baru yang tetap mengusung visi Krtanagara untuk mempersatukan kerajaan-kerajaan di Jawa lewat pertemuan rahasia di Daha, Kediri. Di hutan Tarik, Pangeran Wijaya mulai menyusun strategi dan membangun basis Majapahit dengan bantuan sekutunya dari Madura. Mereka mempersiapkan penyerangan ke Kediri dengan bersekutu dengan pasukan Cina Mongol yang mendarat di Jawa pada 28 Maret 1293. Kediri akhirnya ditaklukkan pada 29 April 1293, Gayatri pun diselamatkan oleh Wijaya dan dibawa ke Majapahit. Beberapa minggu setelah dinobatkan menjadi raja Majapahit, Wijaya yang bergelar Krtarajasa Jayawardhana mempersunting Gayatri dan menganugerahinya gelar Rajapatni, Pendamping Raja.<br />
<br />
Suasana negeri perlahan menjadi kondusif, Wijaya dan Gayatri bahu membahu membangun kerajaan baru Majapahit yang wilayahnya meliputi Kediri, Madura, Singhasari dengan ibukota Majapahit. Perhatian mereka tertuju pada kesejahteraan rakyat, memulihkan hubungan kebudayaan dan ekonomi dengan negeri jiran seperti India dan Cina. Gayatri yang cerdas nan bijaksana, menjadi penasihat dan pendamping raja yang senantiasa memberikan pandangan baru kepada Wijaya.<br />
<br />
Gayatri atau Rajapatni, adalah yang termuda dan tercantik diantara mereka, laksana mutiara cemerlang yang menarik cinta dan simpati semua orang. Hubungannya dengan sang raja laksana Uma dan dewa Shiwa. Ia melahirkan dua puteri, yang tak lain adalah muara kebahagiaan.<br />
<br />
Naiknya Jayanegara, Pangeran yang Tidak Dilahirkan Oleh Seorang Ratu<br />
<br />
Sayang kebahagiaan mereka tak bertahan lama, awan duka menyelimuti Majapahit. Wijaya mendadak menghadap sang Budha di usia 46 tahun karena penyakit tumor ganas yang menyerangnya. Karena ketiadaan putera dari Gayatri, sebagai pengganti Wijaya, Jayanagara puteranya dari Dara Petek, puteri Melayu yang tak pernah diakui sebagai ratu diangkat menjadi raja. Jayanegara yang masih muda, berusia 16 tahun dengan watak yang keras memerintah tanpa memperhatikan aspirasi rakyatnya. Selama pemerintahan Jayanagara terjadi banyak pemberontakan, namun berhasil ditumpasnya dengan tangan besi dan terjun langsung ke medan perang. Pada masa pemerintahannya Jayanagara membentuk pengawal elit istana dimana salah seorang perwira seniornya berasal dari rakyat biasa. Karena jasanya dalam menumpas pemberontakan di kalangan istana, Gadjah Mada sang perwira senior ini mendapat kepercayaan raja dan karirnya pun menanjak tajam.<br />
<br />
Gayatri yang pandai membaca karakter, mamahami bahwa kapasitas intelektual seseorang lebih penting untuk dinilai daripada asal-usul kelas sosialnya. Di mata Gayatri, Gadjah Mada yang cerdas dan menaruh minat pada seni pemerintahan; membuatnya terkesan. Tanpa sepengetahuan raja, diam-diam Gayatri mendekati Gadjah Mada, membuatnya merasa nyaman untuk menjalin komunikasi dengannya dan kedua putrinya. Gayatri terpanggil untuk menempa dan membimbing Gadjah Mada yang dikuasai jiwa muda yang menggebu-gebu. Perlahan Gayatri mulai mengendalikan dan menyusupkan doktrin ideologi serta kebijakannya ke dalam diri perwira muda yang gagah berani dengan pendekatan kekeluargaan tanpa disadari oleh Gadjah Mada.<br />
<br />
Peran Sang Rajapatni yang Melahirkan Kerajaan Terbesar Di Jawa<br />
<br />
Hubungan yang tidak harmonis antara Gayatri dan Jayanagara kian meruncing saat Jayanagara memaksa ingin menikahi dua adik tirinya, putri Gayatri dan Wijaya. Gayatri menggunakan pengaruhnya dan bersekongkol dengan Gadjah Mada untuk mengenyahkan Jayanagara. Dengan memanfaatkan konflik dan selisih paham yang terjadi diantara penghuni istana, Gadjah Mada mengatur siasat untuk menghilangkan raja tanpa menggunakan tangannya. Sebuah kebijakan yang sebenarnya memberatkan hati Gayatri yang sempat dibayangi rasa bersalah, namun harus dilakukan. Lewat sebuah operasi tumor yang gagal, Jayanagara dihabisi oleh sahabatnya Tancha ahli bedah yang tersulut emosinya karena berita perselingkuhan raja dengan istrinya yang disampaikan oleh Gadjah Mada.<br />
<br />
Sudah menjadi kehendak Rajapatni yang agung bahwa mereka harus menjadi pemimpin besar dunia, yang tiada tandingan. Puteri, menantu dan cucunya menjadi raja dan ratu. Dialah yang menjadikan mereka penguasa dan mengawasi semua tindak-tanduk mereka.<br />
Silsilah Singhasari, Rajapatni<br />
<br />
Sepeninggal Jayanagara, Gayatri mengangkat putrinya Tribhuwana menjadi penguasa Majapahit. Darinya lahir putera mahkota Hayam Wuruk, lelaki pertama penguasa Singhasari dan Majapahit setelah kakeknya Krtanagara. Seiring dengan pergeseran singgasana, Gadjah Mada pun diangkat menjadi Mahapati Majapahit. Berkat kepiawaian Gadjah Mada yang menjadi utusan Majapahit dalam bernegosiasi, Bali pun berhasil melebur ke dalam wilayah kekuasaan Majapahit. Menjelang usia senja, ada kekhawatiran Gayatri dengan sikap keras kepala, agresif dan ketidaksabaran yang menggebu-gebut dalam diri sang Mahapatih bila tak ada yang bisa meredam dan mengimbanginya, terlebih jika dirinya telah tiada.<br />
<br />
Sebelum tutup usia, Gayatri telah memikirkan langkah-langkah apa yang perlu dipersiapkan demi kelanjutan pemerintahan di Majapahit. Kepada putrinya Tribhuwana dan Gadjah Mada dia menyarankan untuk membentuk dewan penasihat baru bagi putera mahkota, pemimpin masa depan. Mengusulkan kepada kedua putri dan menantunya untuk membentuk dewan keluarga yang akan membimbing dan membantu Hayam Wuruk memahami seluk beluk kehormatan dinasti. Menyarankan Gadjah Mada untuk pensiun sebagai Mahapati saat Hayam Wuruk berusia 21 tahun dan memintanya membantu mencari dan membina calon penerus yang cakap dalam periode lima tahun mendatang.<br />
<br />
Gayatri Rajapatni, Perempuan di Balik Kejayaan Majapahit, sebuah novel sejarah Majapahit yang dituturkan dengan bahasa yang mudah dimengerti dan tak membosankan karya Prof. Earl Drake, mantan Duta Besar Kanada untuk Indonesia (1982-1983). Gayatri Rajapatni, perempuan ningrat yang bersahaja dan rendah hati yang lebih banyak berada di belakang layar. Namanya tak banyak diangkat sehingga kurang bahkan tak dikenal dalam catatan perjalanan sejarah bangsa ini. Dialah pemberi inspirasi, penasehat dan guru spiritual bagi para pemimpin Majapahit. Dan dari tangannyalah lahir para pemimpin Majapahit yang tangguh.<br />
<br />
Gayatri meninggal dengan tenang pada 1350 di usia 76 tahun sejalan dengan rencananya, di saat sang putri Tribhuwana turun dari singgasana dan menyerahkan kekuasaan kepada putera mahkota Hayam Wuruk.<br />
<br />
Jiwaku kini tentram, aku bahagia menyaksikan negeri tercinta memasuki era perdamaian, kemakmuran dan pesatnya kebudayaan. Tapi janganlah terlena dengan keberlimpahan masa kini sehingga mengabaikan tugas dan tanggung jawab rohani. Mereka yang bergelimang kemewahan mungkin bakal lupa bahwa dunia yang mereka tempati adalah fana dan senantiasa dirongrong pertarungan antara “pengawal kebajikan” dan “utusan iblis”….Aku mendoakan agar para penguasa sanggup menjadi teladan yang arif dengan menyebarkan welas kasih untuk semua makhluk dan mendorong pengkhayatan akan nilai-nilai abadi.<br />
<br />
Kejayaan Majapahit berakhir pada 1389 seiring perebutan kekuasaan pasca kematian Hayam Wuruk karena ketiadaan penerus tahta yang jelas.<br />
<br />
<br />
[<a href="https://obendon.com/2013/05/12/gayatri-rajapatni-perempuan-di-balik-kejayaan-majapahit/">Sumber</a>]Unknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-3156125511355596317.post-32461462155271714642018-11-17T04:23:00.001+07:002022-01-22T02:05:17.643+07:00Serat Sabdo Palon Sang Penguasa Gaib Tanah Jawa<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://3.bp.blogspot.com/-qDD1807Nsz8/W-81UQtLKsI/AAAAAAABDjQ/9o14NQNt7cwd-FMnHOaV1_O8OQ-lNfz2gCLcBGAs/s1600/semar-ngejowantah.png" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="500" data-original-width="772" height="258" src="https://3.bp.blogspot.com/-qDD1807Nsz8/W-81UQtLKsI/AAAAAAABDjQ/9o14NQNt7cwd-FMnHOaV1_O8OQ-lNfz2gCLcBGAs/s400/semar-ngejowantah.png" width="400" /></a></div>
<br />
Legenda tanah Jawa<br />
<br />
1. Pada sira ngelingana Carita ing nguni-nguni Kang kocap ing serat Babad Babad nagari Mojopahit Nalika duking nguni Sang-a Brawijaya Prabu Pan samya pepanggihan Kaliyan Njeng Sunan Kali Sabda Palon Naya Genggong rencangira.<br />
<br />
Ingatlah kalian semua, Akan cerita masa lalu, Yang tercantum didalam Babad ( Sejarah ) Babad Negara Majapahit, Ketika itu, Sang Prabhu Brawijaya, Tengah bertemu, Dengan Kangjeng Sunan Kalijaga, Ditemani oleh Sabdo Palon dan Naya Genggong.<br />
<br />
2. Sang-a Prabu Brawijaya Sabdanira arum manis Nuntun dhateng punakawan Sabda Palon paran karsi Jenengsun sapuniki Wus ngrasuk agama Rasul Heh ta kakang manira Meluwa agama suci Luwih becik iki agama kang mulya.<br />
<br />
Sang Prabhu Brawijaya, Bersabda dengan lemah lembut, Mengharapkan kepada kedua punakawan( pengiring dekat )-nya, Tapi Sabdo Palon tetap menolak, Diriku ini sekarang, Sudah memeluk Agama Rasul (Islam), Wahai kalian kakang berdua, Ikutlah memeluk agama suci, Lebih baik karena ini agama yang mulia.<br />
<br />
<br />
3. Sabda palon matur sugal Yen kawula boten arsi Ngrasuka agama Islam Wit kula puniki yekti Ratuning Dang Hyang Jawi Momong marang anak putu Sagung kang para Nata Kang jumeneng ing tanah Jawi Wus pinasthi sayekti kula pisahan.<br />
<br />
Sabdo Palon menghaturkan kata-kata agak keras, Hamba tidak mau, Memeluk agama Islam, Sebab hamba ini sesungguhnya, Raja Dahnyang ( Penguasa Gaib ) tanah Jawa, Memelihara kelestarian anak cucu ( penghuni tanah Jawa ), (Serta) semua Para Raja, Yang memerintah di tanah Jawa, Sudah menjadi suratan karma (wahai Sang Prabhu), kita harus berpisah.<br />
<br />
4. Klawan Paduka sang Nata Wangsul maring sunya ruri Mung kula matur petungna Ing benjang sakpungkur mami Yen wus prapta kang wanci Jangkep gangsal atus taun Wit ing dinten punika Kula gantos agami Gama Budhi kula sebar ing tanah Jawa.<br />
<br />
Dengan Paduka Wahai Sang Raja, Kembali ke Sunyaruri (Alam kosong tapi ber-'isi'; Alam yang tidak ada tapi ada), Hanya saja saya menghaturkan sebuah pesan agar Paduka menghitung, Kelak sepeninggal hamba, Apabila sudah datang waktunya, Genap lima ratus tahun, Mulai hari ini, Akan saya ganti agama (di Jawa), Agama Buddhi akan saya sebarkan ditanah Jawa.<br />
<br />
5. Sinten tan purun nganggeya Yekti kula rusak sami Sun sajakken putu kula Berkasakan rupi-rupi Dereng lega kang ati Yen durung lebur atempur Kula damel pratandha Pratandha tembayan mami Hardi Merapi yen wus njeblug mili lahar.<br />
<br />
Siapa saja yang tidak mau memakai, Akan saya hancurkan, Akan saya berikan kepada cucu saya sebagai tumbal, Makhluk halus berwarna-warni, Belum puas hati hamba, Apabila belum hancur lebur, Saya akan membuat pertanda, Pertanda sebagai janji serius saya, Gunung Merapi apabila sudah meletus mengeluarkan lahar.<br />
<br />
6. Ngidul ngilen purugira Nggada banger ingkang warih Nggih punika wedal kula Wus nyebar agama budi Merapi janji mamai Anggereng jagad satuhu Karsanireng Jawata Sadaya gilir gumanti Boten kenging kalamunta kaowahan.<br />
<br />
Kearah selatan barat mengalirnya, Berbau busuk air laharnya, Itulah waktunya, Sudah mulai menyebarkan agama Budhi, Merapi janji saya, Menggelegar seluruh jagad, Kehendak Tuhan, (Karena) segalanya (pasti akan) berganti, Tidak mungkin untuk dirubah lagi.<br />
<br />
Note [Suchamda] : Agama Budhi bukan berarti semata agama Buddha, tetapi adalah AGAMA KESADARAN / ELING / HAKIKAT yang bisa meredam kemurkaan alam..<br />
<br />
7. Sanget-sangeting sangsara Kang tuwuh ing tanah Jawi Sinengkalan tahunira Lawon Sapta Ngesthi Aji Upami nyabarang kali Prapteng tengah-tengahipun Kaline banjir bandhang Jeronne ngelebna jalmi Kathah sirna manungsa prapteng pralaya.<br />
<br />
Sangat sangat sengsara, Yang hidup ditanah Jawa, Perlambang tahun kedatangannya, LAWON SAPTA NGESTI AJI ( LAWON ; 8, SAPTA ; 7, NGESTHI ; 9, AJI ; 1 = 1978), Seandainya menyeberangi sebuah sungai, Ketika masih berada ditengah-tengah, Banjir bandhang akan datang tiba-tiba, Tingginya air mampu menenggelamkan manusia, Banyak manusia sirna karena mati.<br />
<br />
<br />
8. Bebaya ingkang tumeka Warata sa Tanah Jawi Ginawe kang paring gesang Tan kenging dipun singgahi Wit ing donya puniki Wonten ing sakwasanipun Sedaya pra Jawata Kinarya amertandhani Jagad iki yekti ana kang akarya.<br />
<br />
Bahaya yang datang, Merata diseluruh tanah Jawa, Diciptakan oleh Yang Memberikan Hidup, Tidak bisa untuk ditolak, Sebab didunia ini, Dibawah kekuasaan, Tuhan dan Para Dewa, Sebagai bukti, Jagad ini ada yang menciptakan.<br />
<br />
9. Warna-warna kang bebaya Angrusaken Tanah Jawi Sagung tiyang nambut karya Pamedal boten nyekapi Priyayi keh beranti Sudagar tuna sadarum Wong glidhik ora mingsra Wong tani ora nyukupi Pametune akeh sirna aneng wana.<br />
<br />
Bermacam-macam mara bahaya, Merusak tanah Jawa, Semua yang bekerja, Hasilnya tidak mencukupi, Pejabat banyak yang lupa daratan, Pedagang mengalami kerugian, Yang berkelakuan jahat semakin banyak, Yang bertani tidak mengahasilkan apa-apa, Hasilnya banyak terbuang percuma dihutan.<br />
<br />
10. Bumi ilang berkatira Ama kathah kang ndhatengi Kayu katahah ingkang ilang Cinolong dening sujanmi Pan risaknya nglangkungi Karana rebut rinebut Risak tataning janma Yen dalu grimis keh maling Yen rina-wa kathah tetiyang ambengal.<br />
<br />
Bumi hilang berkahnya, Banyak hama mendatangi, Pepohonan banyakyang hilang, Dicuri manusia, Kerusakannya sangat parah, Sebab saling berebut, Rusak tatanan moral, Apabila malam hujan banyak pencuri, pabila siang banyak perampok.<br />
<br />
11. Heru hara sakeh janma Rebutan ngupaya anggering praja Tan tahan perihing ati Katungka praptaneki Pageblug ingkang linangkung Lelara ngambra-ambara Warading saktanah Jawi Enjing sakit sorenya sampun pralaya.<br />
<br />
Huru hara seluruh manusia, Berebut kekuasan kerajaan, Tidak tahan perdihnya hati, Disusul datangnya, Wabah yang sangat mengerikan, Penyakit berjangkit kemana-mana, Merata seluruh tanah Jawa, Pagi sakit sorenya mati.<br />
<br />
12. Kesandhung wohing pralaya Kaselak banjir ngemasi Udan barat salah mangsa Angin gung nggegirisi Kayu gung brasta sami Tinempuhing angin agung Kathah rebah amblasah Lepen-lepen samya banjir Lamun tinon pan kados samodra bena.<br />
<br />
Belum selesai wabah kematian, Ditambah banjir bandhang semakin menggenapi, Hujan besar salah waktu, Angin besar mengerikan, Pohon-poho besar bertumbangan, Disapu angin yang besar, Banyak yang roboh berserakan, Sungai-sungai banyak yang banjir, Apabila dilihat bagaikan lautan.<br />
<br />
13. Alun minggah ing daratan Karya rusak tepis wiring Kang dumunung kering kanan Kajeng akeh ingkang keli Kang tumuwuh apinggir Samya kentir trusing laut Sela geng sami brasta Kabalebeg katut keli Gumalundhung gumludhug suwaranira.<br />
<br />
Ombak naik kedaratan, Membuat rusak pesisir pantai, Yang berada dikiri kanannya, Pohon banyak yang hanyut, Yang tumbuh dipesisir, Hanyut ketengah lautan, Bebatuan besar hancur berantakan, Tersapu ikut hanyut, Bergemuruh nyaring suaranya.<br />
<br />
14. Hardi agung-agung samya Huru-hara nggegirisi Gumleger swaranira Lahar wutah kanan kering Ambleber angelebi Nrajang wana lan desagung Manungsanya keh brasta Kebo sapi samya gusis Sirna gempang tan wonten mangga puliha.<br />
<br />
Gunung berapi semua, Huru hara mengerikan, Menggelegar suaranya, Lahar tumpah kekanan dan kekirinya, Menenggelamkan, Menerejang hutan dan perkotaan, Manusia banyak yang tewas, Kerbau dan Sapi habis, Sirna hilang tak bisa dipulihkan lagi.<br />
<br />
15. Lindhu ping pitu sedina Karya sisahing sujanmi Sitinipun samya nela Brekasakan kang ngelesi Anyeret sagung janmi Manungsa pating galuruh Kathah kang nandhang roga Warna-warna ingkang sakit Awis waras akeh klang prapteng pralaya.<br />
<br />
Gempa bumi sehari tujuh kali, Membuat ketakutan manusia, Tanah banyak yang retak-retak, Makhluk halus yang ikut membantu amarah alam, menyeret semua manusia, Manusia menjerit-jerit, Banyak yang terkena penyakit, Bermacam-macam sakitnya, Jarang yang bisa sembuh malahan banyak yang menemui kematian.<br />
<br />
16. Sabda Palon nulya mukswa Sakedhap boten kaeksi Wangsul ing jaman limunan Langkung ngungun Sri Bupati Njegreg tan bisa angling Ing manah langkung gegetun Kedhuwung lepatira Mupus karsaning Dewadi Kodrat iku sayekti tan kena owah.<br />
<br />
Sabdo Palon kemudian menghilang, Sekejap mata tidak terlihat sudah, Kembali ke alam misteri, Sangat keheranan Sang Prabhu, Terpaku tidak bisa bergerak, Dalam hati merasa menyesal, Merasa telah berbuat salah, Akhirnya hanya bisa berserah kepada Tuhan, Janji yang telah terucapkan itu sesungguhnya tak akan bisa dirubah lagi.<br />
<br />
<br />
(Diterjemahkan oleh : Damar Sashangka).<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
Sabdo Palon dan Naya Genggong adalah 'PENUNTUN GAIB YANG MEWUJUD'. Beliau berdua senantiasa hadir mengiringi Raja-Raja Jawa jaman Hindhu Buddha. Beliau berdua pergi meninggalkan tanah Jawa semenjak Keruntuhan Majapahit pada tahun 1400 Saka, atau 1478 Masehi. Terkenal dengan SURYA SANGKALA (KATA SANDHI PENANDA TAHUN KEJADIAN) yang sangat populer di Jawa, yaitu SIRNA ILANG KERTHANING BHUMI ( SIRNA : 0, ILANG : 0, KERTHA : 4, BHUMI : 1 = 1400 Saka). Kalimat KERTHAning BHUMI, diambil dari nama asli PRABHU BRAWIJAYA PAMUNGKAS (PAMUNGKAS=TERAKHIR), yaitu RADEN KERTHABHUMI.<br />
<br />
Janji kedatangan Beliau berdua diucapkan di Blambangan, ketika Majapahit hancur diserang oleh pasukan Demak Bintara. Prabhu Brawijaya meloloskan diri ke arah Timur, hendak menyeberang ke Pulau Bali, namun masih bertahan sementara di Blambangan ( Banyuwangi sekarang).<br />
<br />
Raden Patah, Pemimpin Demak Bintara, merasa bangga telah menghancurkan Majapahit yang dia anggap sebagai negara kafir. Serta merta, setelah mendengar kabar berhasil dikuasainya Majapahit oleh tentara Islam, Raden Patah datang dari Demak, ingin melihat langsung keadaan Majapahit yang berhasil dihancurkan. Setelah itu, dengan bangga beliau meneruskan perjalanannya ke Pesantren Ampeldhenta, hendak mengabarkan keberhasilan itu.<br />
<br />
Namun ternyata, Nyi Ageng Ampel, istri almarhum Sunan Ampel, malah mempersalahkannya. Nyi Ageng Ampel mengingatkan bahwa dulu semasa Sunan Ampel masih hidup, beliau pernah berpesan bahwsanya jangan sekali-kali murid-murid beliau ikut campur masalah politik, atau malah berani merebut kekuasaan Majapahit. Bahkan Nyi Ageng dengan tegas menambahkan, Raden Patah telah berdosa tiga hal :<br />
<br />
<br />
1.Kepada Guru, yaitu melanggar wasiat Sunan Ampel.<br />
<br />
2.Kepada Ayah, karena Prabhu Brawijaya adalah ayah kandung Raden Patah.<br />
<br />
3.Kepada Raja, karena Raja adalah Imam, tidak boleh dilawan tanpa alasan yang benar. Sebab, selama memerintah, Prabhu Brawijaya tidak pernah melarang penyebaran agama Islam, bahkan menghadiahkan tanah Ampeldhenta ( didaerah Surabaya sekarang ), sebagai tanah otonom. Diijinkan untuk dipakai sebagai basis pendidikan agama bagi orang-orang muslim.<br />
<br />
<br />
Dengan sangat menyesal, Raden Patah meminta petunjuk, bagaimanakah cara untuk menghapus kesalahannya. Nyi Ageng menyarankan agar kedudukan Prabhu Brawijaya Pamungkas sebagai Raja harus dikembalikan. Namun yang menjadi masalah, kemanakah Sang Prabhu meloloskan diri? Nyi Ageng memperkirakan, Sang Prabhu pasti menuju ke Pulau Bali. Raden Patah berniat menyusul sendiri, namun dicegah Nyi Ageng Ampel, karena setelah kejadian penyerangan Majapahit oleh tentara Islam terjadi, maka, tidak akan ada satupun orang Islam yang akan dipercayai oleh Sang Prabhu. Tidak Raden Patah, tidak Nyi Ageng Ampel, tidak pula Para Wali yang lain, yang turut serta membantu penyerangan tersebut. Namun, hanya ada dua Wali yang mungkin masih beliau percayai, pertama Syeh Siti Jenar dan kedua Sunan Kalijaga. Karena kedua Wali ini terang-terangan menentang penyerangan pasukan Islam ke Majapahit.<br />
<br />
Karena hubungan Raden Patah tidak begitu baik dengan Syeh Siti Jenar, maka dia meminta pertolongan Sunan Kalijaga untuk melacak keberadaan ramanda-nya. Dan jika ditemukan, dimohon dengan segala hormat untuk kembali ke Trowulan, ibukota Majapahit, untuk dikukuhkan lagi sebagai Raja. Sunan Kalijaga bersedia membantu, ditemani beberapa santri beliau langsung melakukan pencarian ke arah Timur.<br />
<br />
Dan ternyata benar, di Blambangan, banyak umbul-umbul pasukan Majapahit serta para prajurid Majapahit yang siap tempur berkumpul disana. Dan benar pula, Prabhu Brawijaya masih ada disana, belum menyeberang ke Pulau Bali. Agak kesulitan Sunan Kalijaga memohon bertemu dengan Sang Prabhu. Namun karena Sang Prabhu tahu betul, Sunan Kalijaga, yang seringkali beliau panggil Sahid itu, menurut pasukan sandhi (intelejen) Majapahit , Sunan Kalijaga bersama pengikutnya,sama sekali tidak ikut dalam penyerangan ke Majapahit, maka Sunan Kalijaga dipersilahkannya menghadap, walau dengan kawalan ketat.<br />
<br />
Disinilah dialog SERAT SABDO PALON terjadi. Sang Prabhu Brawijaya, ditemani Sabdo Palon dan Naya Genggong, dihadap oleh Sunan Kalijaga,beserta sesepuh Majapahit yang kebetulan bersama-sama Sang Prabhu hendak menuju Pulau Bali, menyusul beberapa masyarakat Jawa lainnya yang lebih dahulu melarikan diri kesana. Mendengar penuturan Sunan Kalijaga,Sang Prabhu luruh hatinya. Karena sejatinya, Sang Prabhu kini tengah menggalang kekuatan besar untuk merebut kembali tahta dari tentara Islam. Tidak bisa dibayangkan apabila itu terjadi, karena pendukung Sang Prabhu Brawijaya masih banyak tersebar diseluruh Nusantara.<br />
<br />
Pertumpahan darah yang lebih besar pasti akan terjadi. Putra-putra Prabhu Brawijaya masih banyak yang berkuasa dan mempunyai kekuatan tentara yang besar, seperti Adipati Handayaningrat IV di Pegging, Lembu Peteng di Madura, Bondhan Kejawen di Tarub dan masih banyak lagi.<br />
<br />
Sunan Kalijaga meminta, agar pertikaian dihentikan, dan sudilah kiranya Sang Prabhu kembali memegang tampuk pemerintahan. Prabhu Brawijaya menolak, karena jikalau itu terjadi, maka beliau akan merasa terhina oleh putra selirnya sediri, Raden Patah, yang lahir dari putri China Eng-Kian dan dibesarkan di Palembang dalam asuhan Adipati Arya Damar atau Swan Liong. Bagaimana tidak, seorang ayah harus menerima tahta dari anaknya sendiri, memalukan. Ketika perundingan menemui jalan buntu, maka Sunan Kalijaga mengusulkan agar beliau dengan kebesaran jiwa, mau memeluk Islam. Dengan demikian, seluruh pendukung beliau pasti akan meninggalkan beliau satu persatu, dan pertumpahan darah yang lebih besar lagi akan terhindar.<br />
<br />
Mendengar akan hal itu, Prabhu Brawijaya tercenung, untuk menghindari peperangan lebih besar, setidaknya, usulan Sunan Kalijaga memang masuk akal. Demi perdamaian, Sang Prabhu mengesampingkan ego-nya. Maka PENUH dengan kebesaran hati, beliau menyatakan MASUK ISLAM. Terkejut seluruh yang hadir, termasuk Sabdo Palon dan Naya Genggong. Hingga, terlontarlah sebuah janji seperti tercantum pada SERAT SABDO PALON diatas.<br />
<br />
Sepeninggal Sabdo Palon dan Naya Genggong, Sang Prabhu-pun bersedia kembali ke Trowulan, namun bukan hendak kembali memduduki tahta, akan tetapi mendamaikan seluruh kerabat Majapahit agar merelakan tahta dipegang oleh Raden Patah. Dalam perjalanan pulang inilah, Sunan Kalijaga meminta bukti ketulusan Sang Prabhu dalam memeluk Islam. Sunan Kalijaga memohon untuk memotong rambut panjang Sang Prabhu. Dengan sebilah keris, setelah diijinkan, Sunan Kalijaga memotong rambut beliau. Tapi ternyata, tidak satu helai-pun terpotong. Sekali lagi, Sunan Kalijaga meminta keikhlasan Sang Prabhu memeluk Islam, dan sekali lagi Sunan Kalijaga memotong rambut beliau. Kali ini, terpotong sudah. Namun, Sunan Kalijaga belum puas, menjelang berangkat kembali ke Trowulan, Sunan Kalijaga mengambil air comberan yang berbau tidak sedap dimasukkan kedalam sebilah bambu. Dihadapan Sang Prabhu, beliau menyatakan, bahwasanya apabila air comberan ini sesampainya di Trowulan airnya berubah tidak berbau busuk, nyata sudahlah Sang Prabhu telah lahr bathin masuk Islam.<br />
<br />
Berangkatlah rombongan itu ke Trowulan,sesampainya di Trowulan, disambut dengan suka cita oleh masyarakat Trowulan. Air dalam bilah bambu dicurahkan oleh Sunan Kalijaga, dan ternyata, bau busuknya hilang, bahkan airnya berubah jernih. Untuk mengingat kejadian itu, Blambangan diubah namanya menjadi BANYUWANGI hingga sekarang. Tidak berapa lama di Trowulan, Sang Prabhu jatuh sakit. Putra-putranya datang berkumpul, melalui Sunan Kalijaga, beliau mengamanatkan agar menghentikan pertumpahan darah Hindhu-Buddha dengan Islam. Biarkanlah Raden Patah bertahta sebagai Raja di Jawa walau sebenarnya, keturunan dari Pengging-lah yang lebih berhak.<br />
<br />
Menjelang akhir hayat beliau, beliau berpesan agar diatas pusara makam beliau jangan diberi tanda bahwasanya beliau adalah Prabhu Brawijaya, Raja Majapahit terakhir, namun tandailah dengan nama Putri Champa Anarawati, permaisuri beliau. Sebab beliau merasa diperhinakan sebagaimana wanita oleh putraya sendiri. Dan penghinaan itu didukung oleh permaisurinya sendiri, Dewi Anarawati, putri Champa yang beragama Islam. Dewi Anarawati inilah bibi Sunan Ampel. Dewi Anarawati-lah yang menyarankan agar Sang Prabhu memberikan Ampeldenta kepada Sunan Ampel untuk didirikan sebuah Pesantren Islam.<br />
<br />
Maka jangan heran, apabila di Trowulan, tidak diketemukan makam Prabhu Brawijaya, melainkan Putri Champa. Padahal makam Putri Champa yang asli berada di Gresik. Begitu Majapahit diserang pasukan Islam, beliau diungsikan ke Gresik hingga beliau wafat.<br />
<br />
(Damar Shashangka).<br />
<br />
Alam Nusantara akan melakukan penyeleksian total. Mana manusia yang Kesadarannya mampu selaras dengan Alam Nusantara, dan mana manusia yang Kesadarannya tidak dibutuhkan oleh Alam Nusantara.Unknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-3156125511355596317.post-32464537474575890092018-08-19T07:08:00.002+07:002022-01-22T02:05:17.643+07:00Hubungan Garis Keturunan Sunan Gunung Jati Di Sulawesi<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://1.bp.blogspot.com/-J-t2UJwAhYs/W3iz8dXVz7I/AAAAAAABBGQ/SkbMsrtcPygNJY1beR7DltT2spPEh39-ACLcBGAs/s1600/23-696x870.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="870" data-original-width="696" height="640" src="https://1.bp.blogspot.com/-J-t2UJwAhYs/W3iz8dXVz7I/AAAAAAABBGQ/SkbMsrtcPygNJY1beR7DltT2spPEh39-ACLcBGAs/s640/23-696x870.jpg" width="512" /></a></div>
<br />
<br />
<br />
<br />
Keturunan Sunan Gunung Jati di Sulawesi<br />
<br />
Anak keturunan Sunan Gunung Jati di Sulawesi berasal dari salah seorang keturunannya yang bernama Ratu Aminah yang menjadi isteri salah seorang ulama terkemuka Syekh Yusuf al Makassari.<br />
<br />
Berdasarkan buku “Syekh Yusuf Makassar: seorang ulama, sufi dan pejuang”, Syekh Yusuf menikah dengan Ratu Aminah (Sitti Hafidzah Syarifah Ratu Aminah) salah satu puteri dari Sultan Banten ke-6 bernama Sultan Abul Fath Abdul Fattah.<br />
<br />
Sultan Abul Fath Abdul Fattah atau yang dikenal sebagai Sultan Ageng Tirtayasa adalah putera dari Sultan Abul Mahali Ahmad bin Sultan Abdul Mafakhir bin Sultan Maulana Muhammad bin Sultan Maulana Yusuf bin Sultan Maulana Hasanuddin bin Maulana Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati).<br />
<br />
Dari pernikahan Syekh Yusuf dan Ratu Aminah memiliki putera bernama Syekh Muhammad Maulana Jalaluddin atau dikenal juga dengan nama Datu Bagusu Matowa, Daengta ri Untiya.<br />
<br />
Dengan berpedoman kepada silsilah Sultan Ageng Turtayasa di atas, Syekh Muhammad Maulana Jalaluddin merupakan keturunan ke-8 dari Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati).<br />
<br />
Jalur Silsilah Sandiaga Uno ke Sunan Gunung Jati<br />
<br />
Syekh Muhammad Maulana Jalaluddin menikah dengan I Bangki Arung Rappang (I Bangki Karaeng Takalara) memperoleh puteri bernama Bau Habibah (We Mommo’ Siiti Aisah Arung MakkunraiE).<br />
<br />
Bau Habibah kemudian menikah dengan La Temmassonge yang merupakan Raja Bone ke-22 (1749-1775) yang bergelar Sultan Abdul Razak Zainuddin, dari pernikahan ini melahirkan puteri bernama We Hamidah Arung Takalar Petta MatowaE.<br />
<br />
<br />
We Hamidah Arung Takalar Petta MatowaE inilah yang merupakan ibunda dari Raja Bone ke-23 La Tenritappu Sultan Ahmad Saleh (1775-1812). La Tenritappu kemudian memiliki putera bernama La Patuppu Batu, Arung Tonra yang merupakan ayahanda dari Aru Lasimpala (Tenrisumpala).<br />
<br />
Di dalam buku Biografi Prof JA Katili, Harta Bumi Indonesia, disebutkan Aru Lasimpala inilah yang kemudian membuka Kampung Bugis di Gorontalo. Salah seorang cucu Aru Lasimpala bernama Karsum Lasimpala menikah dengan Umar Katili dan memperoleh puteri bernama Zainab Monoarfa Katili.<br />
Zainab Monoarfa Katili menikah dengan Jogugu (Bupati) Gorontalo bernama Rais Monoarfa memiliki puteri bernama Intan Ruaida Monoarfa. Dan Intan Ruaida merupakan isteri dari Abdul Uno yang juga ibu dari Razif Haliq Uno (Henk Uno).<br />
<br />
Henk Uno kemudian menikah dengan Rachmini Rachman (Mien Uno) dan memiliki putera bernama Sandiaga Salahudin Uno, yang lahir di Rumbai (Pekanbaru) pada 28 Juni 1969.<br />
<br />
Sumber:<br />
Syekh Yusuf Makassar<br />
Kisah Raja Bone Ke-23<br />
Genealogy Raja Bone Ke-23<br />
Sandiaga Uno dan Bugis<br />
Biografi JA Katili<br />
<br />
Catatan Penambahan:<br />
<br />
1. Ayahanda Raja Bone ke-23 La Tenritappu Sultan Ahmad Saleh (1775-1812) adalah La Mappapenning To Appaimeng Daeng Makkuling yang merupakan putra dari La Massellomo To Appaware’ Petta Ponggawa Bone LaoE ri Luwu.<br />
<br />
La Massellomo To Appaware’ Petta Ponggawa Bone LaoE ri Luwu adalah anak dari Raja Bone ke-19 La Pareppa’i To SappEwaliE Sultan Ismail yang memiliki ibu bernama I Mariyama Karaeng Pattukangang.<br />
<br />
I Mariyama Karaeng Pattukangang adalah cucu dari Pahlawan Nasional Sultan Hasanuddin Raja Gowa ke-16, melalui puteranya bernama Sultan Abdul Jalil Raja Gowa ke-19.<br />
<br />
sumber: kunzuqalam.com<br />
<br />
<br />Unknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-3156125511355596317.post-8103237490377624552018-08-18T22:42:00.000+07:002022-01-22T02:05:17.634+07:00Sejarah Syech Yusuf Al Makassary<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://4.bp.blogspot.com/-wcX2qNugMGk/W3g-CVfRLHI/AAAAAAAAMek/04yPz4inXcEDn10UUvw6wTO2W9wyEuDYgCLcBGAs/s1600/syaikh-yusuf-al-makassary-500x336.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="336" data-original-width="500" height="430" src="https://4.bp.blogspot.com/-wcX2qNugMGk/W3g-CVfRLHI/AAAAAAAAMek/04yPz4inXcEDn10UUvw6wTO2W9wyEuDYgCLcBGAs/s640/syaikh-yusuf-al-makassary-500x336.jpg" width="640" /></a></div>
<br />
Syekh Yusuf berasal dari keluarga bangsawan tinggi di kalangan suku bangsa Makassar dan mempunyai pertalian kerabat dengan raja-raja Banten, Gowa, dan Bone. Syekh Yusuf sendiri dapat mengajarkan beberapa tarekat sesuai dengan ijazahnya. Seperti tarekat Naqsyabandiyah, Syattariyah, Ba’alawiyah, dan Qadiriyah. Namun dalam pengajarannya, Syekh Yusuf tidak pernah menyinggung pertentangan antara Hamzah Fansuri yang mengembangkan ajaran wujudiyah dengan Syekh Nuruddin Ar-Raniri dalam abad ke-17 itu.<br />
<br />
Syekh Yusuf sejak kecil diajar serta dididik secara Islam. Ia diajar mengaji Alquran oleh guru bernama Daeng ri Tasammang sampai tamat. Di usianya ke-15, Syekh Yusuf mencari ilmu di tempat lain, mengunjungi ulama terkenal di Cikoang yang bernama Syekh Jalaluddin al-Aidit, yang mendirikan pengajian pada tahun 1640.<br />
<br />
Syekh Yusuf meninggalkan negerinya, Gowa, menuju pusat Islam di Mekah pada tanggal 22 September 1644 dalam usia 18 tahun. Ia sempat singgah di Banten dan sempat belajar pada seorang guru di Banten. Saat ia mengenal ulama masyhur di Aceh, Syekh Nuruddin ar Raniri, melalui karangan-karangannya, pergilah ia ke Aceh dan menemuinya.<br />
<br />
Setelah menerima ijazah tarekat Qadiriyah dari Syekh Nuruddin, Syekh Yusuf berusaha ke Timur Tengah. Beliau ke Arab Saudi melalui Srilanka.<br />
<br />
Di Arab Saudi, mula-mula Syekh Yusuf mengunjungi negeri Yaman, berguru pada Sayed Syekh Abi Abdullah Muhammad Abdul Baqi bin Syekh al-Kabir Mazjaji al-Yamani Zaidi al-Naqsyabandi. Ia dianugerahi ijazah tarekat Naqsyabandi dari gurunya ini.<br />
<br />
Perjalanan Syekh Yusuf dilanjutkan ke Zubaid, masih di negeri Yaman, menemui Syekh Maulana Sayed Ali. Dari gurunya ini Syekh Yusuf mendapatkan ijazah tarekat Al-Baalawiyah. Setelah tiba musim haji, beliau ke Mekah menunaikan ibadah haji.<br />
<br />
Dilanjutkan ke Madinah, berguru pada syekh terkenal masa itu yaitu Syekh Ibrahim Hasan bin Syihabuddin Al-Kurdi Al-Kaurani. Dari Syekh ini diterimanya ijazah tarekat Syattariyah. Belum juga puas dengan ilmu yang didapat, Syekh Yusuf pergi ke negeri Syam (Damaskus) menemui Syekh Abu Al Barakat Ayyub Al-Khalwati Al-Qurasyi. Gurunya ini memberikan ijazah tarekat Khalwatiyah setelah dilihat kemajuan amal syariat dan amal Hakikat yang dialami oleh Syekh Yusuf.<br />
<br />
Melihat jenis-jenis alirannya, diperoleh kesan bahwa Syekh Yusuf memiliki pengetahuan yang tinggi, meluas, dan mendalam. Mungkin bobot ilmu seperti itu, disebut dalam lontara versi Gowa berupa ungkapan (dalam bahasa Makassar): tamparang tenaya sandakanna(langit yang tak dapat diduga), langik tenaya birinna (langit yang tak berpinggir), dan kappalak tenaya gulinna (kapal yang tak berkemudi).<br />
<br />
Cara-cara hidup utama yang ditekankan oleh Syekh Yusuf dalam pengajarannya kepada murid-muridnya ialah kesucian batin dari segala perbuatan maksiat dengan segala bentuknya. Dorongan berbuat maksiat dipengaruhi oleh kecenderungan mengikuti keinginan hawa nafsu semata-mata, yaitu keinginan memperoleh kemewahan dan kenikmatan dunia. Hawa nafsu itulah yang menjadi sebab utama dari segala perilaku yang buruk. Tahap pertama yang harus ditempuh oleh seorang murid (salik) adalah mengosongkan diri dari sikap dan perilaku yang menunjukkan kemewahan duniawi.<br />
<br />
Ajaran Syekh Yusuf mengenai proses awal penyucian batin menempuh cara-cara moderat. Kehidupan dunia ini bukanlah harus ditinggalkan dan hawa nafsu harus dimatikan sama sekali. Melainkan hidup ini harus dimanfaatkan guna menuju Tuhan. Gejolak hawa nafsu harus dikuasai melalui tata tertib hidup, disiplin diri dan penguasaan diri atas dasar orientasi ketuhanan yang senantiasa melingkupi kehidupan manusia.<br />
<br />
Hidup, dalam pandangan Syekh Yusuf, bukan hanya untuk menciptakan keseimbangan antara duniawi dan ukhrawi. Namun, kehidupan ini harus dikandungi cita-cita dan tujuan hidup menuju pencapaian anugerah Tuhan.<br />
<br />
Dengan demikian Syekh Yusuf mengajarkan kepada muridnya untuk menemukan kebebasan dalam menempatkan Allah Yang Mahaesa sebagai pusat orientasi dan inti dari cita, karena hal ini akan memberi tujuan hidup itu sendiri.<br />
<br />
foto:<br />
<br />
Sumber Gambar syech yusuf, oil on canvas<br />
koleksi museum lagaligo fort rotterdam makassar<br />
karya: Mike TurusyBlogger Balihttp://www.blogger.com/profile/10937873998078892377noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-3156125511355596317.post-3781749007568239622018-05-20T22:14:00.002+07:002022-01-22T02:05:17.633+07:00Ini Dia Pura Mpu Baradah Kediri Jawa Timur <iframe allow="autoplay; encrypted-media" allowfullscreen="" frameborder="0" height="315" src="https://www.youtube.com/embed/HHvgQ5JAIQo" width="560"></iframe><br />
<br />
KEDIRI : Tidak jauh dari lokasi Sendang Tirta Kamandanu yang terletak di Desa Menang Kecamatan Pagu Kabupaten Kediri Provinsi Jawa Timur ,juga terdapat Pura Ida Mpu Beradah yang kalau ditempuh kurang lebih 60 detik perjalanan menggunakan sepeda motor.<br />
<br />
Di Pura Ida Mpu Beradah ini setiap harinya dikunjungi wisatawan dari berbagai wilayah daerah maupun luar provinsi karena Pura Ida Mpu Beradah memiliki banyak cerita sejarah dengan Calonarang yang berada di Desa Krekep Kecamatan Gurah Kabupaten Kediri.<br />
<br />
Di Pura Ida Mpu Beradah ini tak memandang dari golongan umat maupun agama dapat singgah dan berdoa sesuai dengan keyakinan agama masing masing.<br />
<br />
Ketika masuk kedalam Pura Ida Mpu Beradah, wisatawan akan dipandu oleh seorang Juru pemelihara Pura Ida Mpu Beradah bapak Eko Dino Harianto,<br />
<br />
Dilokasi Pura Ida Mpu Beradah juga terdapat tanaman sakral dan berbagai bunga macam bunga dan buah sakral biasa disebut buah dewa ndaru.Unknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-3156125511355596317.post-61612377492029339412018-05-07T04:22:00.000+07:002022-01-22T02:05:17.650+07:00Ritual Pesungkeman Topeng Gajah Mada Di pendopo Agung Trowulan<iframe allow="autoplay; encrypted-media" allowfullscreen="" frameborder="0" height="315" src="https://www.youtube.com/embed/YXAcCJLxahM" width="560"></iframe><br />
<br />
<b> KEDIRI, KERAMATNUSANTARA.COM</b> - Topeng Gajah Mada yang diyakini dan dimiliki oleh seorang Jro Suranta dari Pulau Dewata Bali yang sudah dipasopati di tempat peribadatan Pura Dalem Calonarang Dusun Putuk Desa Banaran Kecamatan Kandangan Kabupaten Kediri Jawa Timur ,merupakan simbul dan waktunya para pemimpin dan para tokoh nusantara untuk segera merapatkan barisan dan menyongsong kekuatan demi keutuhan kedaulatan NKRI. Rabu (25/4/2018).<br />
<br />
Hal ini disampaikan oleh Jro Suranta yang juga memuliakan sosok leluhur Ibu Ratu Walu Nata Ing Girah (Calonarang) yang telah membangun sebuah tempat peribadatan yang sudah diperkirakan tempat bersinggahnya Calonarang yang kini ada di Desa Banaran. Selain itu Topeng Gajah Mada yang dibawa dari Bali merupakan petunjuk yang harus dilaksanakan Pasopati di Pura Dalem Calonarang Banaran Kecamatan Kandangan Kabupaten Kediri Jawa Timur dan juga merupakan bagian dari sejarah nusantara.<br />
<br />
Upacara pasopati yang digelar bersama warga umat dan pemangku Pura Dalem Calonarang ini dilaksanakan dengan cara prosesi ritual pembersihan atau pensucian Ibu Pertiwi dan dilanjutkan ritual pensucian Topeng Gajah Mada, Topeng Gajah Mada yang dipasopati ini merupakan simbol tanda kekuatan alam semesta yang artinya ,sudah waktunya para pemimpin maupun tokoh bangsa segera merapatkan barisan untuk menjunjung tinggi ibu pertiwi dan kesatuan Kedaulatan NKRI yang berlandaskan UUD 45 Berbineka Tunggal Ika.<br />
<br />
Prosesi penjemputan Topeng Gajah Mada dari Pulau Dewata Bali sendiri dilakukan dengan cara ritual, karena Topeng Gajah Mada tersebut sebelum berada ditangan Jro Suranta, topeng tersebut sudah pernah berkeliling ke penjuru nusantara. yang artinya ketika topeng gajah mada yang saat ini telah menampakan perwujudannya ,akan lahir tokoh pemimpin yang nyawiji jadi satu untuk Kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia ,seperti yang disampaikan Jro Suranta.<br />
<br />
<br />
Prosesi Ritual Pasopati Topeng Gajah Mada tersebut juga disertakan ritual pensucian Mahkota ,Tongkat Komando dan sebuah Keris yang dibungkus dengan kain merah agar menjadi kekuatan yang luar biasa .Usai ritual Pasopati Pensucian Topeng Gajah Mada dilanjutkan dengan prosesi ritual sembahyang kepada Tuhan Yang Maha Esa.<br />
Dalam pasopati pensucian Topeng Gajah Mada tersebut akan dilakukan di dua tempat, yang pertama di Pura Dalem Calonarang Ds Banaran Kabupaten Kediri dan kedua dilakukan prosesi ritual mensungkemkan Topeng Gajah Mada di Pendopo Trowulan Mojokerto.<br />
<br />
Pura Dalem Calonarang yang ada di Dusun Putuk Desa Banaran Kecamatan Kandangan Kabupaten Kediri tersebut diyakini dan diperkirakan tempat suci milik Ratu Walu Nata Ing Girrah atau Calonarang yang kini sudah diistanakan ,karena tempat tersebut memiliki suatu anugerah yang luar biasa bagi umat seluruh nusantara, selain itu terdapat dua sumber mata air yang bisa berubah warna atau disebut sumber Pancawarna ,karena selama Pura Dalem Calonarang didirikan sudah banyak yang dirasakan mukjizat maupun manfaatnya.<br />
<br />
Pura Dalem Calonarang juga menerima tamu dari berbagai umat maupun golongan tanpa membedakan status.<br />
Kantor Sekretariat Pura Dalem Calonarang Jln Cempoko Rejo Rt 1 Rw 4 Dusun Putuk Desa Banaran Kecamatan Kandangan Kabupaten Kediri Jawa Timur, telpn 085784662009 - 081233889964 - 087701059789. (har)Unknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-3156125511355596317.post-2336166023366979562018-05-04T05:29:00.003+07:002022-01-22T02:05:17.632+07:00Situs Bersejarah Pager Ukir Ponorogo<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://3.bp.blogspot.com/-jhF69eprV-0/WuuMob6jOvI/AAAAAAAAALE/BsVl-7zAPOcrN5IbOXt-Codp6pTLhVd3ACLcBGAs/s1600/dscn2771.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="333" data-original-width="777" height="270" src="https://3.bp.blogspot.com/-jhF69eprV-0/WuuMob6jOvI/AAAAAAAAALE/BsVl-7zAPOcrN5IbOXt-Codp6pTLhVd3ACLcBGAs/s640/dscn2771.jpg" width="640" /></a></div>
<br />
<br />
KERAMAT NUSANTARA - Di desa Pager Ukir Kecamatan Sampung Kabupaten Ponorogo, terdapat sebuah situs bersejarah yang diyakini merupakan tempat penggemblengan Airlangga oleh Mpu Barada setelah terjadinya ‘Pralaya” yaitu penyerangan koalisi kerajaan Sriwijaya, Wengker dan Wura wari terhadap kerajaan Medang yang terjadi 1016 M. Pada saat itu Medang dibawah kekuasaan Dharmawangsa sedangkan Airlangga adalah menantunya. Pada saat tragedi pralayala di Medang berlangsung pernikahan Airlangga dengan putri Prabu Dharmawangsa.<br />
<br />
<br />
Satu-satunya yang berhasil lolos dari serangan tersebut adalah Airlangga yang pada waktu itu berusia 16 tahun. Airlangga kemudian melarikan diri bersama Narotama dan mengalami masa penggemblengan lahir batin yang diyakini dilakukan di daerah Pager Ukir ini yang merupakan bekal bagi Airlangga membalaskan dendam atas peristiwa “Pralaya” sekaligus merebut kembali wilayah Medang yang menjadi haknya.<br />
<br />
Selain batu besar bertuliskan huruf Jawa kuno, juga terdapat tumpukan batu seperti pepunden berundak ke atas bukit. Di antara tumpukan batu tersebut juga terpahat tulisan dengan huruf Jawa kuno<br />
<br />
<br />
Warga setempat juga membenarkan bahwa tempat tersebut adalah bekas bekas penggemblengan Airlangga pasca terjadinya “Pralaya”. Menurut warga, bagian depan yang mana terdapat Batu bertuliskan huruf jawa kuno, dan juga batu persegi adalah pendopo, sedangkan tumpukan batu yang mirip dengan pepunden berundak adalah tempat penggemblengan yang dilakukan Mpu barada demikian pula kolam di seberang jalan.<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://4.bp.blogspot.com/-b41ZcE6mhis/WuuMvKj-VaI/AAAAAAAAALI/lYDnbghnqQIAA58blPZA84Uqhot4InW-ACLcBGAs/s1600/dscn27751.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="334" data-original-width="593" height="225" src="https://4.bp.blogspot.com/-b41ZcE6mhis/WuuMvKj-VaI/AAAAAAAAALI/lYDnbghnqQIAA58blPZA84Uqhot4InW-ACLcBGAs/s400/dscn27751.jpg" width="400" /></a></div>
<br />
Setelah mengamati lebih jauh Batu yang bertuliskan huruf jawa kuno ternyata di sisi batu tersebut terdapat pahatan berbentuk kepala hewan mirip Harimau atau Kuda. Diperkirakan pahatan-pahatan maupun tulisan tersebut di buat sendiri oleh Airlangga.<br />
<br />
Dilihat dari letaknya tempat tersebut sangat cocok sebagai tempat persembunyian dari kejaran pasukan Wengker dibawah pimpinan Kettu Wijaya , letaknya di pegunungan yang dipenuhi dengan pepohonan, apalagi terdapat perbukitan di sekeliling tempat itu. /pilgrim74<br />
<br />
source : <a href="https://pilgrim74.wordpress.com/category/purbakala/">https://pilgrim74.wordpress.com/category/purbakala/</a><br />
<br />
<br />Unknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-3156125511355596317.post-41339118662673333222018-05-04T05:22:00.001+07:002022-01-22T02:05:17.646+07:00Batu Purbakala Bertulis Peninggalan Wengker<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://4.bp.blogspot.com/-oHvsIyY2cYw/WuuLh6Nz5vI/AAAAAAAAAKw/7Q6oFEXBxBwxNcBkK1YWJM7wzXJc78WCACLcBGAs/s1600/dscn3480.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="286" data-original-width="408" height="280" src="https://4.bp.blogspot.com/-oHvsIyY2cYw/WuuLh6Nz5vI/AAAAAAAAAKw/7Q6oFEXBxBwxNcBkK1YWJM7wzXJc78WCACLcBGAs/s400/dscn3480.jpg" width="400" /></a></div>
<br />
Bila kita menyempatkan diri untuk jalan-jalan ke Kota Ponorogo maka, Di dusun Ngrenak Desa Ketro Kecamatan Sawoo terdapat sebuah prasasti batu tulis yang diperkirakan peninggalan Kerajaan wengker. Batu tersebut terletak di antara talud irigasi persawahan.<br />
<br />
Menurut warga setempat sudah ada beberapa arkeolog yang melakukan observasi.<br />
<br />
Sebagaimana dijelaskan Moelyadi dalam bukunya “Ungkapan Sejarah, Kerajaan wengker dan Reyog Ponorogo” (1986), dijelaskan bahwa Pasca penaklukan Airlangga terhadap Wengker dibawah pimpinan Kettu Wijaya pada tahun 1037 M, pusat pemerintahan kerajaan Wengker yang semula diperkirakan terletak di desa Daha Kecamatan Dolopo Kabupaten Madiun bergeser ke selatan tepatnya di wilayah desa Ketro Kecamatan Sawoo Ponorogo dengan rajanya Sri garasakan atau Prabu Jaka Bagus.<br />
<br />
Sri garasakan diangkat oleh Airlangga sebagai pemegang kekuasaan Wengker karena jasanya dalam membantu usaha Airlangga mengalahkan Kettu Wijaya.<br />
<br />
Adapun tulisan yang terdapat pada prasasti batu tulis itu adalah Nir Wuk Tanpa Jalu yang merupakan chandra sengkala yang menunjukkan tahun 1000 saka atau 1078 M. Selain itu Moelyadi juga memaknai kalimat tersebut dari suku katanya, Nir =Tidak ada, Wuk = tidak jadi, Tanpa = Tidak dengan, Jalu = Lelaki.<br />
<br />
Bila disambungkan berarti Tidak ada tidak jadi tanpa lelaki. Kalimat tersebut menurut Moelyadi berhubungan erat dengan keberadaan Warok, yang mana menjadi tokoh yang sangat diagungkan, Warok sendiri berasal dari kata Wara yang artinya “Pria agung” atau “Pria yang diagungkan”. Sri Garasakan atau Prabu Jaka bagus sendiri adalah penganut Budha Tantrayana dan dikenal sebagai raja warok pertama. /pilgrim74Unknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-3156125511355596317.post-27700410169181764282018-05-04T05:15:00.000+07:002022-01-22T02:05:17.640+07:00Arca Dwarapala, Arca Sang Penjaga Tempat Suci<a href="https://3.bp.blogspot.com/-rJ8Sb7_QNDQ/WuuJw2tvTGI/AAAAAAAAAKk/VMHVbDl02IkxD4qRwBMPVWvBh75vxOe7QCLcBGAs/s1600/foto0013.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="791" data-original-width="593" height="320" src="https://3.bp.blogspot.com/-rJ8Sb7_QNDQ/WuuJw2tvTGI/AAAAAAAAAKk/VMHVbDl02IkxD4qRwBMPVWvBh75vxOe7QCLcBGAs/s320/foto0013.jpg" width="238" /></a>Arca Dwarapala pintu gerbang kerajaan Singosari<br />
<br />
Dwarapala adalah nama yang diperuntukaan kepada patung penjaga gerbang atau pintu dalam ajaran Siwa dan Budha, berbentuk manusia atau monster. Biasanya dwarapala diletakkan di luar candi, kuil atau bangunan lain untuk melindungi tempat suci atau tempat keramat yang ada di dalamnya.<br />
<br />
Arca Dwarapala ini berada di Desa Candirenggo Kecamatan Singosari Kabupaten Malang terdapat 2 arca Dwarapala yang tingginya sekitar 3,7 M, terletak di pinggir jalan dan saling berhadapan.<br />
<br />
Dua arca tersebut tepatnya di sebelah barat kompleks Candi Singosari. Dua arca tersebut diperkirakan merupakan pintu gerbang kerajaan Singosari. /pilgrim74<br />
<br />Unknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-3156125511355596317.post-79027949392847261322018-04-28T23:09:00.000+07:002022-01-22T02:05:17.657+07:00Pulau Singapura (Temasek) Pada Jaman Kerajaan Melayu<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://1.bp.blogspot.com/-NItRJukhOF4/WuScNkT3Z5I/AAAAAAAAJD8/eLqAiKRjEUsw_WQubU36VdTxqDENXzTpgCLcBGAs/s1600/sing.JPG" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="300" data-original-width="400" height="480" src="https://1.bp.blogspot.com/-NItRJukhOF4/WuScNkT3Z5I/AAAAAAAAJD8/eLqAiKRjEUsw_WQubU36VdTxqDENXzTpgCLcBGAs/s640/sing.JPG" width="640" /></a></div>
<br />
Sejarah Berdiri Negara Singapura - Singapura memainkan peranan yang kecil di dalam perkembangan sejarah Asia Tenggara sampai Sir Stamford Raffles mendirikan sebuah pelabuhan Inggris di situ. Di bawah pemerintahan kolonial Inggris, Singapura telah menjadi pelabuhan yang amat strategis mengingat letaknya yang ada di tengah-tengah jalur perdagangan di antara India dan Cina yang akhirnya menjadi antara pelabuhan yang terpenting di dunia sampai hari ini. Semasa Perang Dunia II, Singapura telah diduduki oleh tentara Jepang dari tahun 1942 hingga tahun 1945.<br />
<br />
Selepas perang, penduduk setempat dibenarkan menjalankan pemerintahan sendiri tetapi masih belum mencapai kemerdekaan. Seterusnya pada tahun 1963 Singapura telah bergabung dengan Tanah Melayu bersama-sama dengan Sabah dan Sarawak untuk membentuk Malaysia. Tetapi Singapura dikeluarkan dari Malaysia dan menjadi sebuah republik pada 9 Agustus 1965.<br />
<br />
Sejarah Berdirinya :<br />
Menurut Sejarah Melayu, nama Singapura diberikan oleh Sang Nila Utama, pangeran Melayu dari Palembang pada awal abad ke 14. Ketika Sang Nila Utama berlayar di laut, terjadi badai dan angin kencang yang mengakibatkan perahunya terdampar di sebuah pulau. Saat di pulau, Sang Nila Utama melihat seekor binatang yang menyerupai singa. Oleh karena itu, pulau tersebut dinamakan Singapura (berarti "kota singa").<br />
Sejarah Singapura bermula pada abad ke-14 Masehi. Pada masa itu, Singapura dikenal sebagai Temasek, salah satu pelabuhan dan kota terpenting di rantau Nusantara. Ia berada di bawah pemerintahan kerajaan Sriwijaya yang pada masa itu sedang mengalami kemunduran.<br />
<br />
Dipercayai bahawa Singapura merupakan pusat pemerintahan kerajaan Melayu sebelum ia diduduki oleh Sir Stamford Raffles. Ini berdasarkan tulisan Abdullah bin Abdul Kadir Munsyi yang menyatakan ketika Singapura dibersihkan, bukit yang terdapat di situ telah dikenali sebagai bukit larangan, dan terdapat banyak pohon buah yang ditanam di situ. Ini menunjukkan terdapatnya pusat administrasi di situ.<br />
<br />
Setelah hilangnya kekuasaan Sriwijaya terhadap Tumasik, ia dituntut oleh kerajaan Majapahit dan kerajaan Ayutthaya (Siam). Namun kubu pertahanan kota tersebut berhasil menghalang serangan Siam. Pada waktu itu juga, nama Tumasik berubah menjadi Singha Pura, atau "Kota Singa" dalam bahasa Sansekerta.<br />
Inggris tiba di Singapura pada tahun 1819 dan Sir Thomas Stamford Raffles menetapkannya sebagai sebuah pusat perdagangan. Dari abad 19 hingga 20, Singapura merupakan jajahan Inggris dan menjadi salah satu anggota Negeri-Negeri Selat (Straits Settlements) bersama Pulau Penang dan Melaka.<br />
<br />
Singapura berada di bawah penjajahan Jepang pada tahun 1942 sampai dengan 1945 yaitu pada saat Inggris kalah perang pada Perang Dunia II. Singapura dikembalikan kepada kerajaan Inggris pada akhir Perang Dunia. Pada tahun 1959 diberi hak oleh Inggris untuk memerintah sendiri. Pada September 1963, Singapura berbentuk kesatuan dengan Persekutuan Malaysia, tetapi persekutuan itu terpecah dan Singapura dikeluarkan pada 7 Agustus 1965. Penyebabnya, konflik antara UMNO (partai berkuasa di Malaysia) dan Partai Aksi Rakyat Singapura (PAP) pimpinan Lee Kuan Yew. Pada tanggal 9 Agustus 1965, Singapura merdeka dan berdiri sebagai negara republik. Malaysia menjadi negara pertama yang mengakui Singapura sebagai negara merdeka. Singapura membangun dengan pesat dan menjadi sebuah negara yang sukses dari segi ekonomi. Ia mempunyai perhubungan dagang yang kuat, sebuah pelabuhan yang sibuk, dan PDB per kapita yang setara dengan negara-negara Eropa Barat.<br />
<br />
Pada tahun 1990, Goh Chok Tong menggantikan Lee Kuan Yew sebagai perdana menteri di Singapura. Ia berhasil mencegah segala krisis moneter yang melanda Asia pada tahun 1997. Ia juga berhasil menangani gejala penyakit SARS dan ancaman teroris yang didalangi Jemaah Islamiyah. Putra tertua Lee Kuan Yew, Lee Hsien Loong menggantikan Goh Chok Tong. Saat ini Lee Hsien Loong menjabat sebagai perdana menteri ketiga di Singapura.<br />
<br />
Sumber :<br />
1. http://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_Singapura<br />
2. http://debu-trotoar.blogspot.com/2012/04/sejarah-singkat-terbentuknya-singapura.htmlUnknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-3156125511355596317.post-30692463422603931362018-04-28T23:00:00.000+07:002022-01-22T02:05:17.641+07:00Awal Berdirinya Kerajaan Pajajaran Sejarah Awal Berdiri Kerajaan Padjajaran diawali Pakuan Pa<br />
jajaran atau Pakuan (Pakwan) atau Pajajaran adalah ibu kota Kerajaan Sunda Galuh yang pernah berdiri pada tahun 1030-1579 M di wilayah barat pulau Jawa. Lokasinya berada di wilayah Bogor, Jawa Barat sekarang.<br />
<br />
Kerajaan Pajajaran adalah sebuah kerajaan Hindu yang diperkirakan beribukotanya di Pakuan (Bogor) di Jawa Barat. Dalam naskah-naskah kuno nusantara, kerajaan ini sering pula disebut dengan nama Negeri Sunda, Pasundan, atau berdasarkan nama ibukotanya yaitu Pakuan Pajajaran. Beberapa catatan menyebutkan bahwa kerajaan ini didirikan tahun 923 oleh Sri Jayabhupati, seperti yang disebutkan dalam prasasti Sanghyang Tapak.<br />
<br />
<a href="https://3.bp.blogspot.com/-zQZO7SvS5B8/WuSZ3bzUbVI/AAAAAAAAJDw/EYFS_CdcHhkjHJNUC_NlS6qjmzS0ASeFACLcBGAs/s1600/paja.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="240" data-original-width="320" height="480" src="https://3.bp.blogspot.com/-zQZO7SvS5B8/WuSZ3bzUbVI/AAAAAAAAJDw/EYFS_CdcHhkjHJNUC_NlS6qjmzS0ASeFACLcBGAs/s640/paja.jpg" width="640" /></a>Asal-usul dan arti Pakuan terdapat dalam berbagai sumber. Di bawah ini adalah hasil penelusuran dari sumber-sumber tersebut berdasarkan urutan waktu:<br />
<br />
Naskah Carita Waruga Guru (1750-an). Dalam naskah berbahasa Sunda Kuna ini diterangkan bahwa nama Pakuan Pajajaran didasarkan bahwa di lokasi tersebut banyak terdapat pohon Pakujajar.<br />
<br />
K.F. Holle (1869). Dalam tulisan berjudul De Batoe Toelis te Buitenzorg (Batutulis di Bogor), Holle menyebutkan bahwa di dekat Kota Bogor terdapat kampung bernama Cipaku, beserta sungai yang memiliki nama yang sama. Di sana banyak ditemukan pohon paku. Jadi menurut Holle, nama Pakuan ada kaitannya dengan kehadiran Cipaku dan pohon paku. Pakuan Pajajaran berarti pohon paku yang berjajar ("op rijen staande pakoe bomen").<br />
<br />
G.P. Rouffaer (1919) dalam Encyclopedie van Niederlandsch Indie edisi Stibbe tahun 1919. Pakuan mengandung pengertian "paku", akan tetapi harus diartikan "paku jagat" (spijker der wereld) yang melambangkan pribadi raja seperti pada gelar Paku Buwono dan Paku Alam. "Pakuan" menurut Fouffaer setara dengan "Maharaja". Kata "Pajajaran" diartikan sebagai "berdiri sejajar" atau "imbangan" (evenknie). Yang dimaksudkan Rouffaer adalah berdiri sejajar atau seimbang dengan Majapahit. Sekalipun Rouffaer tidak merangkumkan arti Pakuan Pajajaran, namun dari uraiannya dapat disimpulkan bahwa Pakuan Pajajaran menurut pendapatnya berarti "Maharaja yang berdiri sejajar atau seimbang dengan (Maharaja) Majapahit". Ia sependapat dengan Hoesein Djajaningrat (1913) bahwa Pakuan Pajajaran didirikan tahun 1433.<br />
<br />
R. Ng. Poerbatjaraka (1921). Dalam tulisan De Batoe-Toelis bij Buitenzorg (Batutulis dekat Bogor) ia menjelaskan bahwa kata "Pakuan" mestinya berasal dari bahasa Jawa kuno "pakwwan" yang kemudian dieja "pakwan" (satu "w", ini tertulis pada Prasasti Batutulis). Dalam lidah orang Sunda kata itu akan diucapkan "pakuan". Kata "pakwan" berarti kemah atau istana. Jadi, Pakuan Pajajaran, menurut Poerbatjaraka, berarti "istana yang berjajar"(aanrijen staande hoven).<br />
<br />
H. ten Dam (1957). Sebagai seorang pakar pertanian, Ten Dam ingin meneliti kehidupan sosial-ekonomi petani Jawa Barat dengan pendekatan awal segi perkembangan sejarah. Dalam tulisannya, Verkenningen Rondom Padjadjaran (Pengenalan sekitar Pajajaran), pengertian "Pakuan" ada hubungannya dengan "lingga" (tonggak) batu yang terpancang di sebelah prasasti Batutulis sebagai tanda kekuasaan. Ia mengingatkan bahwa dalam Carita Parahyangan disebut-sebut tokoh Sang Haluwesi dan Sang Susuktunggal yang dianggapnya masih mempunyai pengertian "paku".<br />
<br />
Berdasarkan alur Sejarah Galuh, Kerajaan Pajajaran berdiri setelah Wastu Kancana wafat tahun 1475. Kenapa demikian? Karena sepeninggal Rahyang Wastu Kencana kerajaan Galuh dipecah dua diantara Susuktunggal dan Dewa Niskala dalam kedudukan sederajat. Pajajaran atau Pakuan Pajajaran beribukota di Pakuan (Bogor) di bawah kekuasan Prabu Susuktunggal (Sang Haliwungan) dan Kerajaan Galuh yang meliputi Parahyangan tetap berpusat di Kawali di bawah kekuasaan Dewa Niskala (Ningrat Kancana). Oleh sebab itu pula Prabu Susuk Tunggal dan Dewa Niskala tidak mendapat gelar “Prabu Siliwangi”, karena kekuasan keduanya tidak meliputi seluruh tanah Pasundan sebagaimana kekuasan Prabu Wangi dan Rahyang Wastu Kancana (Prabu Siliwangi I).<br />
<br />
Cikal Bakal Kerajaan Pajajaran<br />
<br />
Sejarah kerajaan ini tidak dapat terlepas dari kerajaan-kerajaan pendahulunya di daerah Jawa Barat, yaitu Kerajaan Tarumanagara, Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh, dan Kawali. Hal ini karena pemerintahan Kerajaan Pajajaran merupakan kelanjutan dari kerajaan-kerajaan tersebut. Dari catatan-catatan sejarah yang ada, dapatlah ditelusuri jejak kerajaan ini; antara lain mengenai ibukota Pajajaran yaitu Pakuan. Mengenai raja-raja Kerajaan Pajajaran, terdapat perbedaan urutan antara naskah-naskah Babad Pajajaran, Carita Parahiangan, dan Carita Waruga Guru.<br />
<br />
Selain naskah-naskah babad, Kerajaan Pajajaran juga meninggalkan sejumlah jejak peninggalan dari masa lalu, seperti:<br />
<br />
1. Prasasti Batu Tulis, Bogor<br />
2. Prasasti Sanghyang Tapak, Sukabumi<br />
3. Prasasti Kawali, Ciamis<br />
4. Tugu Perjanjian Portugis (padraõ), Kampung Tugu, Jakarta<br />
5. Taman perburuan, yang sekarang menjadi Kebun Raya Bogor.<br />
<br />
Daftar raja Pajajaran :<br />
<br />
1. Prabu Susuktunggal (1475-1482)<br />
2. Jaya Dewata / Prabu Siliwangi II (1482 – 1521)<br />
3. Surawisesa (1521 – 1535)<br />
4. Ratu Dewata (1535 – 1543)<br />
5. Ratu Sakti (1543 – 1551)<br />
6. Raga Mulya (1567 – 1579)<br />
<br />
Keruntuhan<br />
<br />
Kerajaan Pajajaran runtuh pada tahun 1579 akibat serangan kerajaan Sunda lainnya, yaitu Kesultanan Banten. Berakhirnya jaman Pajajaran ditandai dengan diboyongnya Palangka Sriman Sriwacana (singgahsana raja), dari Pakuan ke Surasowan di Banten oleh pasukan Maulana Yusuf.<br />
<br />
Batu berukuran 200x160x20 cm itu diboyong ke Banten karena tradisi politik agar di Pakuan tidak mungkin lagi dinobatkan raja baru, dan menandakan Maulana Yusuf adalah penerus kekuasaan Pajajaran yang sah karena buyut perempuannya adalah puteri Sri Baduga Maharaja (Prabu Siliwangi II). Palangka Sriman Sriwacana tersebut saat ini bisa ditemukan di depan bekas Keraton Surasowan di Banten. Orang Banten menyebutnya Watu Gigilang, berarti mengkilap atau berseri, sama artinya dengan kata Sriman.<br />
<br />
Saat itu diperkirakan terdapat sejumlah punggawa istana yang meninggalkan kraton lalu menetap di wilayah yang mereka namakan Cibeo Lebak Banten. Mereka menerapkan tata cara kehidupan lama yang ketat, dan sekarang mereka dikenal sebagai orang Baduy.<br />
<br />
Di bawah ini adalah urutan raja-raja Sunda-Galuh setelah Sri Jayabupati, yang berjumlah 14 orang :<br />
<br />
Raja-raja Sunda-Galuh setelah Sri Jayabupati<br />
<br />
1 Darmaraja 1042-1065<br />
<br />
2 Langlangbumi 1065-1155<br />
<br />
3 Rakeyan Jayagiri Prabu Ménakluhur 1155-1157<br />
<br />
4 Darmakusuma 1157-1175<br />
<br />
5 Darmasiksa Prabu Sanghyang Wisnu 1175-1297<br />
<br />
6 Ragasuci 1297-1303<br />
<br />
7 Citraganda 1303-1311<br />
<br />
8 Prabu Linggadéwata 1311-1333<br />
<br />
9 Prabu Ajiguna Linggawisésa 1333-1340 (menantu no. 8)<br />
<br />
10 Prabu Ragamulya Luhurprabawa 1340-1350<br />
<br />
11 Prabu Maharaja Linggabuanawisésa 1350-1357 (tewas dalam Perang Bubat)<br />
<br />
12 Prabu Bunisora 1357-1371 (paman no. 13)<br />
<br />
13 Prabu Niskala Wastu Kancana 1371-1475 (anak no. 11)<br />
<br />
14 Prabu Susuktunggal 1475-1482<br />
<br />
Penyatuan kembali Sunda-Galuh<br />
<br />
Saat Wastu Kancana wafat, kerajaan sempat kembali terpecah dua dalam pemerintahan anak-anaknya, yaitu Susuktunggal yang berkuasa di Pakuan (Sunda) dan Dewa Niskala yang berkuasa di Kawali (Galuh).<br />
<br />
Sri Baduga Maharaja (1482-1521) yang merupakan anak Dewa Niskala sekaligus menantu Susuktunggal menyatukan kembali Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh.<br />
<br />
Setelah runtuhnya Sunda Galuh oleh Kesultanan Banten, bekas kerajaan ini banyak disebut sebagai Kerajaan Pajajaran.<br />
<br />
sangat banyak sejarah yang masih belum terungkap seperti sejarah kerajaan PADJAJARAN ini di INDONESIA, semoga kita bisa lebih menggali lebih dalam lagi mengenai sejarah bangsa kita sendiri<br />
<br />
sumber :<br />
1. http://www.kumpulansejarah.com/2013/01/sejarah-kerajaan-pajajaran.html<br />
2. http://id.wikipedia.org/wiki/Pakuan_Pajajaran<br />
3. http://www.websejarah.com/2012/11/sejarah-awal-berdiri-kerajaan-padjajaran.htmlUnknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-3156125511355596317.post-31837301827023854602018-04-27T23:17:00.004+07:002022-01-22T02:05:17.642+07:00Suku Banjar, Bahasa, Sosio Historis Dan Perkerabatan<b>Sejarah Suku Banjar., Banjar Pahuluan</b><br />
<b><br /></b>
Sangat mungkin sekali pemeluk Islam sudah ada sebelumnya di sekitar keraton yang dibangun di Banjarmasin, tetapi pengislaman secara massal diduga terjadi setelah raja Pangeran Samudera yang kemudian dilantik menjadi Sultan Suriansyah, memeluk Islam diikuti warga kerabatnya, yaitu bubuhan raja-raja.<br />
<br />
Perilaku raja ini diikuti elit ibukota, masing-masing tentu menjumpai penduduk yang lebih asli, yaitu suku Dayak Bukit, yang dahulu diperkirakan mendiami lembah-lembah sungai yang sama. Dengan memperhatikan bahasa yang dikembangkannya, suku Dayak Bukit adalah satu asal usul dengan cikal bakal suku Banjar, yaitu sama-sama berasal dari Sumatera atau sekitarnya, tetapi mereka lebih dahulu menetap.<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://2.bp.blogspot.com/-pU1LIqdiqo8/WuNMaYMeh_I/AAAAAAAACzs/X-MCzdjs9RAsP3gvi_8aXZ9Mw9mDzO3LgCLcBGAs/s1600/7.jpeg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="194" data-original-width="259" height="481" src="https://2.bp.blogspot.com/-pU1LIqdiqo8/WuNMaYMeh_I/AAAAAAAACzs/X-MCzdjs9RAsP3gvi_8aXZ9Mw9mDzO3LgCLcBGAs/s640/7.jpeg" width="640" /></a></div>
<br />
Kedua kelompok masyarakat Melayu ini memang hidup bertetangga, tetapi setidak-tidaknya pada masa permulaan, pada asasnya tidak berbaur. Jadi, meskipun kelompok Suku Banjar (Pahuluan) membangun pemukiman di suatu tempat, yang mungkin tidak terlalu jauh letaknya dari balai suku Dayak Bukit, namun masing-masing merupakan kelompok yang berdiri sendiri.<br />
<br />
Untuk kepentingan keamanan, atau karena memang ada ikatan kekerabatan, cikal bakal suku Banjar membentuk komplek pemukiman tersendiri. Komplek pemukiman cikal bakal suku Banjar (Pahuluan) yang pertama ini merupakan komplek pemukiman bubuhan, yang pada mulanya terdiri dari seorang tokoh yang berwibawa sebagai kepalanya, dan warga kerabatnya, dan mungkin ditambah dengan keluarga-keluarga lain yang bergabung dengannya. Model yang sama atau hampir sama juga terdapat pada masyarakat balai di kalangan masyarakat Dayak Bukit, yang pada asasnya masih berlaku sampai sekarang.<br />
<br />
Daerah lembah sungai-sungai yang berhulu di Pegunungan Meratus ini nampaknya wilayah pemukiman pertama masyarakat Banjar, dan di daerah inilah konsentrasi penduduk yang banyak sejak zaman kuno, dan daerah inilah yang dinamakan Pahuluan. Apa yang dikemukakan di atas menggambarkan terbentuknya masyarakat (Banjar) Pahuluan, yang tentu saja dengan kemungkinan adanya unsur Dayak Bukit ikut membentuknya.<br />
<br />
Banjar Batang Banyu<br />
Masyarakat (Banjar) Batang Banyu terbentuk diduga erat sekali berkaitan dengan terbentuknya pusat kekuasaan yang meliputi seluruh wilayah Banjar, yang barangkali terbentuk mula pertama di hulu sungai Negara atau cabangnya yaitu sungai Tabalong.<br />
<br />
Sebagai warga yang berdiam di ibukota tentu merupakan kebanggaan tersendiri, sehingga menjadi kelompok penduduk yang terpisah. Daerah tepi sungai Tabalong adalah merupakan tempat tinggal tradisional dari suku Dayak Maanyan (dan Lawangan), sehingga diduga banyak yang ikut serta membentuk subsuku Batang Banyu, di samping tentu saja orang-orang asal Pahuluan yang pindah ke sana dan para pendatang yang datang dari luar. Bila di Pahuluan umumnya orang hidup dari bertani (subsistens), maka banyak di antara penduduk Batang Banyu yang bermata pencarian sebagai pedagang dan pengrajin.<br />
<br />
Banjar Kuala<br />
Ketika pusat kerajaan dipindahkan ke Banjarmasin (terbentuknya Kesultanan Banjarmasin), sebagian warga Batang Banyu (dibawa) pindah ke pusat kekuasaan yang baru ini dan bersama-sama dengan penduduk sekitar keraton yang sudah ada sebelumnya, membentuk subsuku Banjar.<br />
<br />
Di kawasan ini mereka berjumpa dengan suku Dayak Ngaju, yang seperti halnya dengan masyarakat Dayak Bukit dan masyarakat Dayak Maanyan atau Lawangan, banyak di antara mereka yang akhirnya melebur ke dalam masyarakat Banjar, setelah mereka memeluk agama Islam. Mereka yang bertempat tinggal di sekitar ibukota kesultanan inilah sebenarnya yang dinamakan atau menamakan dirinya orang Banjar, sedangkan masyarakat Pahuluan dan masyarakat Batang Banyu biasa menyebut dirinya sebagai orang (asal dari) kota-kota kuno yang terkemuka dahulu. Tetapi bila berada di luar Tanah Banjar, mereka itu tanpa kecuali mengaku sebagai orang Banjar.<br />
<br />
Sosio Historis<br />
Secara sosio-historis masyarakat Banjar adalah kelompok sosial heterogen yang terkonfigurasi dari berbagai sukubangsa dan ras yang selama ratusan tahun telah menjalin kehidupan bersama, sehingga kemudian membentuk identitas etnis (suku) Banjar. Artinya, kelompok sosial heterogen itu memang terbentuk melalui proses yang tidak sepenuhnya alami (priomordial), tetapi juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang cukup kompleks.<br />
<br />
Islam telah menjadi ciri masyarakat Banjar sejak berabad-abad yang silam. Islam juga telah menjadi identitas mereka, yang membedakannya dengan kelompok-kelompok Dayak yang ada di sekitarnya, yang umumnya masih menganut religi sukunya. Memeluk Islam merupakan kebanggaan tersendiri, setidak-tidaknya dahulu, sehingga berpindah agama di kalangan masyarakat Dayak dikatakan sebagai "babarasih" (membersihkan diri) di samping menjadi orang Banjar.<br />
<br />
Masyarakat Banjar bukanlah suatu yang hadir begitu saja, tapi ia merupakan konstruksi historis secara sosial suatu kelompok manusia yang menginginkan suatu komunitas tersendiri dari komunitas yang ada di kepulauan Kalimantan. Etnik Banjar merupakan bentuk pertemuan berbagai kelompok etnik yang memiliki asal usul beragam yang dihasilkan dari sebuah proses sosial masyarakat yang ada di daerah ini dengan titik berangkat pada proses Islamisasi yang dilakukan oleh Demak sebagai syarat berdirinya Kesultanan Banjar. Banjar sebelum berdirinya Kesultanan Islam Banjar belumlah bisa dikatakan sebagai sebuah ksesatuan identitas suku atau agama, namun lebih tepat merupakan identitas yang merujuk pada kawasan teritorial tertentu yang menjadi tempat tinggal.<br />
<br />
Suku Banjar terbagi 3 grup (kelompok besar) berdasarkan teritorialnya dan unsur pembentuk suku berdasarkan persfektif kultural dan genetis yang menggambarkan percampuran penduduk pendatang dengan penduduk asli Dayak:<br />
Grup Banjar Pahuluan adalah campuran orang Melayu-Hindu dan orang Dayak Meratus (unsur Dayak Meratus/Bukit sebagai ciri kelompok)<br />
Grup Banjar Batang Banyu adalah campuran orang Pahuluan, orang Melayu-Hindu/Buddha, orang Keling-Gujarat, orang Dayak Maanyan, orang Dayak Lawangan, orang Dayak Bukit dan orang Jawa-Hindu Majapahit (unsur Dayak Maanyan sebagai ciri kelompok)<br />
Grup Banjar Kuala adalah campuran orang Batang Banyu, orang Dayak Ngaju (Berangas, Bakumpai), orang Kampung Melayu, orang Kampung Bugis-Makassar, orang Kampung Jawa, orang Kampung Arab, dan sebagian orang Cina Parit yang masuk Islam (unsur Dayak Ngaju sebagai ciri kelompok)<br />
Sistem Kekerabatan<br />
Seperti sistem kekerabatan umumnya, masyarakat Banjar mengenal istilah-istilah tertentu sebagai panggilan dalam keluarga. Skema di samping berpusat dari ULUN sebagai penyebutnya.<br />
<br />
Bagi ULUN juga terdapat panggilan untuk saudara dari ayah atau ibu, saudara tertua disebut Julak, saudara kedua disebut Gulu, saudara berikutnya disebut Tuha, saudara tengah dari ayah dan ibu disebut Angah, dan yang lainnya biasa disebut Pakacil (paman) dan Makacil (bibi), sedangkan termuda disebut Busu. Untuk memanggil saudara dari kai dan nini sama saja, begitu pula untuk saudara datu.<br />
<br />
Disamping istilah di atas masih ada pula sebutan lainnya, yaitu:<br />
· minantu (suami / isteri dari anak ULUN)<br />
· pawarangan (ayah / ibu dari minantu)<br />
· mintuha (ayah / ibu dari suami / isteri ULUN)<br />
· mintuha lambung (saudara mintuha dari ULUN)<br />
· sabungkut (orang yang satu Datu dengan ULUN)<br />
· mamarina (sebutan umum untuk saudara ayah/ibu dari ULUN)<br />
· kamanakan (anaknya kakak / adik dari ULUN)<br />
· sapupu sakali (anak mamarina dari ULUN)<br />
· maruai (isteri sama isteri bersaudara)<br />
· ipar (saudara dari isteri / suami dari ULUN)<br />
· panjulaknya (saudara tertua dari ULUN)<br />
· pambusunya (saudara terkecil dari ULUN)<br />
· badangsanak (saudara kandung)<br />
<br />
Untuk memanggil orang yang seumur boleh dipanggil ikam, boleh juga menggunakan kata aku untuk menunjuk diri sendiri. Sedangkan untuk menghormati atau memanggil yang lebih tua digunakan kata pian, dan kata ulun untuk menunjuk diri sendiri.<br />
<br />
Waring<br />
↑<br />
Sanggah<br />
↑<br />
Datu<br />
↑<br />
Kai (kakek) + Nini (nenek)<br />
↑<br />
Abah (ayah) + Uma (ibu)<br />
↑<br />
Kakak < ULUN > Ading<br />
↓<br />
Anak<br />
↓<br />
Cucu<br />
↓<br />
Buyut<br />
↓<br />
Intah/Muning<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
Sumber : wikipedia<span style="white-space: pre;"> </span>/dan berbagai sumber<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />Unknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-3156125511355596317.post-47197438712145145602018-04-27T23:12:00.002+07:002022-01-22T02:05:17.647+07:00Suku Banjar, Senjata Dan SejarahMengenal Senjata Tradisional Dan Sejarah Suku Banjar<br />
<br />
Berdasarkan hasil wawancara langsung dengan orang yang pernah memakainya, senjata tradisional suku banjar yang biasa digunakan dalam kehidupan sehari-hari antara lain :<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
</div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://3.bp.blogspot.com/-q6LIvmDhjdI/WuNLK5v0LlI/AAAAAAAACzY/fLY-GbaqtwAsbC6HotZlJn3f5Rnxj9ZmACLcBGAs/s1600/6.jpeg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="191" data-original-width="265" height="458" src="https://3.bp.blogspot.com/-q6LIvmDhjdI/WuNLK5v0LlI/AAAAAAAACzY/fLY-GbaqtwAsbC6HotZlJn3f5Rnxj9ZmACLcBGAs/s640/6.jpeg" width="640" /></a></div>
<br />
<br />
1. Serapang<br />
Serapang adalah tombak bermata lima mata dimana empat mata mekar seperti cakar elang dengan bait pengait di tiap ujungnya. Satu mata lagi berada di tengah tanpa bait, yang disebut “besi lapar” yang di percaya dapat merobohkan orang yang memiliki ilmu kebal sekuat apappun.<br />
2. Tiruk<br />
Tiruk adalah tombak panjang lurus tanpa bait digunakan untuk berburu ikan haruan (ikan gabus) dan toman di sungai.<br />
3. Pangambangan<br />
Pangambangan adalah tombak lurus bermata satu dengan bait di kedua sisinya.<br />
4. Duha<br />
Duha adalah pisau bermata dua yang sering digunakan untuk berburu babi.<br />
<br />
Sejarah Suku Banjar<br />
Mitologi suku Dayak Meratus (Dayak Bukit) menyatakan bahwa Suku Banjar (terutama Banjar Pahuluan) dan Suku Bukit merupakan keturunan dari dua kakak beradik yaitu Si Ayuh (Sandayuhan) yang menurunkan suku Bukit dan Bambang Basiwara yang menurunkan suku Banjar.<br />
<br />
Dalam khasanah cerita prosa rakyat berbahasa Dayak Meratus ditemukan legenda yang sifatnya mengakui atau bahkan melegalkan keserumpunan genetika (saling berkerabat secara geneologis) antara orang Banjar dengan orang Dayak Meratus. Dalam cerita prosa rakyat berbahasa Dayak Meratus dimaksud terungkap bahwa nenek moyang orang Banjar yang bernama Bambang Basiwara adalah adik dari nenek moyang orang Dayak Meratus yang bernama Sandayuhan. Bambang Basiwara digambarkan sebagai adik yang berfisik lemah tapi berotak cerdas.<br />
<br />
Sedangkan Sandayuhan digambarkan sebagai kakak yang berfisik kuat dan jago berkelahi. Sesuai dengan statusnya sebagai nenek-moyang atau cikal-bakal orang Dayak Maratus, maka nama Sandayuhan sangat populer di kalangan orang Dayak Meratus. Banyak sekali tempat-tempat di seantero pegunungan Meratus yang sejarah keberadaannya diceritakan berasal-usul dari aksi heroik Sandayuhan. Salah satu di antaranya adalah tebing batu berkepala tujuh, yang konon adalah penjelmaan dari Samali’ing, setan berkepala tujuh yang berhasil dikalahkannya dalam suatu kontak fisik yang sangat menentukan.<br />
<br />
Orang Banjar merupakan keturunan Dayak yang telah memeluk Islam kemudian mengadopsi budaya Jawa, Melayu, Bugis dan Cina.<br />
<br />
Menurut Denys Lombard, pada jaman kuna sebagian besar penduduk Kalimantan Selatan (terutama daerah Batang Banyu) merupakan keturunan pendatang dari Jawa. Pendapat lain menyatakan, suku Banjar jejak akarnya dari Sumatera lebih dari 1500 tahun yang lampau.<br />
<br />
Djoko Pramono menyatakan bahwa suku Banjar berasal dari suku Orang Laut yang menetap di Kalimantan Selatan.<br />
<br />
Suku bangsa Banjar diduga berasal mula dari penduduk asal Sumatera atau daerah sekitarnya, yang membangun tanah air baru di kawasan Tanah Banjar (sekarang wilayah provinsi Kalimantan Selatan) sekitar lebih dari seribu tahun yang lalu. Setelah berlalu masa yang lama sekali akhirnya,–setelah bercampur dengan penduduk yang lebih asli, yang biasa dinamakan sebagai suku Dayak, dan dengan imigran-imigran yang berdatangan belakangan–terbentuklah setidak-tidaknya tiga subsuku, yaitu (Banjar) Pahuluan, (Banjar) Batang Banyu, dan Banjar (Kuala).<br />
<br />
Banjar Pahuluan pada asasnya adalalah penduduk daerah lembah-lembah sungai (cabang sungai Negara) yang berhulu ke pegunungan Meratus. Banjar Batang Banyu mendiami lembah sungai Negara, sedangkan orang Banjar Kuala mendiami sekitar Banjarmasin dan Martapura.<br />
<br />
Bahasa yang mereka kembangkan dinamakan bahasa Banjar, yang pada asasnya adalah bahasa Melayu Sumatera atau sekitarnya, yang di dalamnya terdapat banyak kosa kata asal Dayak dan Jawa. Nama Banjar diperoleh karena mereka dahulu (sebelum kesultanan Banjar dihapuskan pada tahun 1860) adalah warga Kesultanan Banjarmasin atau disingkat Banjar, sesuai dengan nama ibukotanya pada mula berdirinya. Ketika ibukota dipindahkan ke arah pedalaman (terakhir di Martapura), nama tersebut nampaknya sudah baku atau tidak berubah lagi.<br />
<br />
Sejak abad ke-19, suku Banjar migrasi ke pantai timur Sumatera dan Malaysia, tetapi di Malaysia Barat, suku Banjar digolongkan ke dalam suku Melayu, hanya di Tawau (Sabah, Malaysia Timur) yang masih menyebut diriya suku Banjar. Di Singapura, suku Banjar sudah luluh ke dalam suku Melayu. Sensus tahun 1930, menunjukkan banyaknya suku Banjar di luar Kalsel, tetapi sensus tahun 2000 terlihat jumlahnya mengalami penurunan.<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://4.bp.blogspot.com/-CV4KxGXJdnE/WuNLgfw1dhI/AAAAAAAACzg/E14q6ksyP_8E5h6OfATsl4RT1JSUHaHVwCLcBGAs/s1600/8.jpeg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="195" data-original-width="260" height="477" src="https://4.bp.blogspot.com/-CV4KxGXJdnE/WuNLgfw1dhI/AAAAAAAACzg/E14q6ksyP_8E5h6OfATsl4RT1JSUHaHVwCLcBGAs/s640/8.jpeg" width="640" /></a></div>
<br />
<br />
Kesultanan Banjar sebelumnya meliputi wilayah provinsi Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah seperti saat ini, kemudian pada abad ke-16 terpecah di sebelah barat menjadi kerajaan Kotawaringin yang dipimpin Pangeran Dipati Anta Kasuma bin Sultan Mustain Billah dan pada abad ke-17 di sebelah timur menjadi kerajaan Tanah Bumbu yang dipimpin Pangeran Dipati Tuha bin Sultan Saidullah yang berkembang menjadi beberapa daerah: Sabamban, Pegatan, Koensan, Poelau Laoet, Batoe Litjin, Cangtoeng, Bangkalaan, Sampanahan, Manoenggoel, dan Tjingal.<br />
<br />
Wilayah Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur merupakan tanah rantau primer, selanjutnya dengan budaya maadam, orang Banjar merantau hingga ke luar pulau misalnya ke Kepulauan Sulu bahkan menjadi salah satu dari lima etnis yang pembentuk Suku Suluk (percampuran orang Buranun/Dayak Buranun, orang Tagimaha, orang Baklaya, orang Dampuan/Champa dan orang Banjar).<br />
<br />
Hubungan antara Banjar dengan Kepulauan Sulu/Banjar Kulan terjalin ketika seorang Puteri dari Raja Banjar menikah dengan penguasa suku Buranun. Salah satu rombongan suku Suluk yang menghindari kolonial Spanyol dan mengungsi ke Kesultanan Banjar adalah moyang dari Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari. (wikipedia dan berbagai sumber)<br />
<br />
<br />Unknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-3156125511355596317.post-28136709196847372042018-04-27T23:00:00.001+07:002022-01-22T02:05:17.640+07:00Mengenal Suku Banjar, Bahasa Dan KulinerSuku bangsa Banjar (bahasa Banjar: Urang Banjar) atau Oloh Masih adalah suku bangsa atau etnoreligius Muslim yang menempati sebagian besar wilayah Provinsi Kalimantan Selatan, dan sejak abad ke-17 mulai menempati sebagian Kalimantan Tengah dan sebagian Kalimantan Timur terutama kawasan dataran rendah dan bagian hilir dari Daerah Aliran Sungai (DAS) di wilayah tersebut Suku Banjar terkadang juga disebut Melayu Banjar, tetapi penamaan tersebut jarang digunakan.<br />
<br />
Suku bangsa Banjar berasal dari daerah Banjar yang merupakan pembauran masyarakat DAS Bahau (koreksi: DAS Bahan/DAS Negara), Das Barito, DAS Martapura dan DAS Tabanio. Sungai Barito bagian hilir merupakan pusatnya suku Banjar.<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://1.bp.blogspot.com/-VOfoR-ZOMN8/WuNItZGcuGI/AAAAAAAACzM/OHsu6z1OxsMyDFf3X5jaWUsJ96oXeiICwCLcBGAs/s1600/4.jpeg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="188" data-original-width="268" height="448" src="https://1.bp.blogspot.com/-VOfoR-ZOMN8/WuNItZGcuGI/AAAAAAAACzM/OHsu6z1OxsMyDFf3X5jaWUsJ96oXeiICwCLcBGAs/s640/4.jpeg" width="640" /></a></div>
<br />
Bahasa Banjar<br />
Bahasa Banjar merupakan bahasa ibu Suku Banjar. Bahasa ini berkembang sejak zaman Kerajaan Negara Dipa dan Daha yang bercorak Hindu-Buddha hingga datangnya agama Islam di Tanah Banjar. Banyak kosakata-kosakata bahasa ini sangat mirip dengan Bahasa Dayak, Bahasa Melayu, maupun Bahasa Jawa.<br />
<br />
Keahlian Orang Banjar<br />
Salah satu keahlian orang Banjar adalah mengolah lahan pasang surut menjadi kawasan budi daya pertanian dan permukiman. Kota Banjarmasin didirikan di atas lahan pasang surut.<br />
<br />
<br />
Kuliner<br />
Masakan tradisional Banjar diantaranya: sate Banjar, soto Banjar, kue bingka dan lain-lain<br />
<br />
(wikipedia)Unknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-3156125511355596317.post-9482762692533352322018-04-27T22:55:00.000+07:002022-01-22T02:05:17.635+07:00Mengenal Suku MelayuSuku Melayu merupakan etnis yang termasuk ke dalam rumpun ras Austronesia. Suku Melayu dalam pengertian ini, berbeda dengan konsep Bangsa Melayu yang terdiri dari Indonesia, Malaysia, Brunei Darussalam, dan Singapura.<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://3.bp.blogspot.com/-Ghnpyr6kaPQ/WuNHsoYfntI/AAAAAAAACzE/iAGLh_ox3nEEbiksNNaZDkM23PqZeK0jgCLcBGAs/s1600/3%2B%25281%2529.jpeg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="184" data-original-width="274" height="429" src="https://3.bp.blogspot.com/-Ghnpyr6kaPQ/WuNHsoYfntI/AAAAAAAACzE/iAGLh_ox3nEEbiksNNaZDkM23PqZeK0jgCLcBGAs/s640/3%2B%25281%2529.jpeg" width="640" /></a></div>
<br />
Suku Melayu bermukim di sebagian besar Malaysia, pesisir timur Sumatera, sekeliling pesisir Kalimantan, Thailand Selatan, Mindanao, Myanmar Selatan, serta pulau-pulau kecil yang terbentang sepanjang Selat Malaka dan Selat Karimata. Di Indonesia, jumlah Suku Melayu sekitar 3,4% dari seluruh populasi, yang sebagian besar mendiami propinsi Sumatera Utara, Riau, Kepulauan Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Bangka Belitung, dan Kalimantan Barat.<br />
<br />
Meskipun begitu, banyak pula masyarakat Minangkabau, Mandailing, dan Dayak yang berpindah ke wilayah pesisir timur Sumatra dan pantai barat Kalimantan, mengaku sebagai orang Melayu. Selain di Nusantara, suku Melayu juga terdapat di Sri Lanka, Kepulauan Cocos (Keeling) (Cocos Malays), dan Afrika Selatan (Cape Malays).<br />
<br />
Dalam buku Sejarah Melayu disebut bahwa Melayu adalah nama sungai di Sumatera Selatan yang mengalir disekitar bukit Si Guntang dekat Palembang. Si Guntang merupakan tempat pemunculan pertama tiga orang raja yang datang ke alam Melayu. Mereka adalah asal dari keturunan raja-raja Melayu di Palembang (Singapura, Malaka dan Johor), Minangkabau dan Tanjung Pura.<br />
<br />
Sejarah Melayu (Malay Annals) merupakan karya tulis yang paling penting dalam bahasa Melayu yang merupakan sumber yang otentik untuk informasi mengenai ke-Melayu-an. Disusun sekitar tahun 1612 tetapi didasarkan catatan-catatan yang lebih tua.<br />
<br />
Disebut juga bahwa anggota kerajaan Malaka menyebut diri mereka keturunan Melayu dari daerah Palembang. Seperti keluarga raja-raja di Negeri Sembilan yaitu: Yang Dipertuan Ali Alamsyah yang dianggap keturunan langsung dari Raja Minangkabau terakhir.<br />
<br />
Pada waktu itu sebutan Melayu merujuk pada keturunan sekelompok kecil orang Sumatera pilihan. Seiring dengan berjalannya waktu definisi Melayu berdasarkan ras ini mulai ditinggalkan.<br />
<br />
<br />
Definisi Melayu menjadi berdasarkan budaya dan adat, dimana orang Melayu adalah orang yang mempunyai etika, tingkah laku dan adat Melayu. Pada waktu Islam mulai dianut didaerah Sumatera dan Semenanjung Malaka, keyakinan dan ketaatan terhadap agama islam menjadi salah satu ciri khas dari orang Melayu.<br />
<br />
Pada abad ke-18, William Marsden menyebutkan bahwa dalam percakapan sehari-hari, penyebutan bangsa Melayu adalah sama dengan sebutan bangsa Moor di India dalam artian ketaatannya terhadap agama Islam.<br />
<br />
<br />
Sumber : wikipedia & pelaminanminang.comUnknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-3156125511355596317.post-21474454161417356692018-04-24T19:06:00.001+07:002022-01-22T02:05:17.638+07:00Lebih Dekat, Mengenal Suku Madura<br />
Suku Madura di Indonesia jumlahnya kira-kira ada 10 juta jiwa. Mereka berasal dari Pulau Madura dan pulau-pulau sekitarnya, seperti Gili Raja, Pulau Sapudi, Pulau Raas dan Kangean. Selain itu, orang Madura tinggal di bagian timur Jawa Timur, dari Pasuruan sampai utara Banyuwangi. Orang Madura di Situbondo dan Bondowoso, serta timur Probolinggo jumlahnya paling banyak, dan jarang yang bisa berbahasa Jawa.<br />
<br />
Suku Madura juga banyak dijumpai di provinsi lain seperti Kalimantan, di tempat huruhara di Sampit dan Sambas. Orang Madura pada dasarnya adalah orang yang suka merantau karena keadaan wilayahnya yang tidak baik untuk bertani. Orang Madura senang berdagang dan dominan di pasar-pasar. Selain itu banyak yang bekerja menjadi nelayan, buruh, pengumpul besi tua dan barang-barang rongsokan lainnya.<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://3.bp.blogspot.com/-57A8ra1gC6c/Wt8db6K_yjI/AAAAAAAAJBM/MtVGuj-6xp4yby0WLLt-E-yl5s4SiEVHwCLcBGAs/s1600/9.jpeg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="172" data-original-width="240" height="458" src="https://3.bp.blogspot.com/-57A8ra1gC6c/Wt8db6K_yjI/AAAAAAAAJBM/MtVGuj-6xp4yby0WLLt-E-yl5s4SiEVHwCLcBGAs/s640/9.jpeg" width="640" /></a></div>
<br />
Suku Madura terkenal karena gaya bicaranya yang blak-blakan serta sifatnya yang keras dan mudah tersinggung, tetapi mereka juga dikenal hemat, disiplin dan rajin bekerja. Untuk naik haji, orang Madura sekalipun miskin pasti menyisihkan sedikit penghasilannya untuk simpanan naik haji. Selain itu orang Madura dikenal mempunyai tradisi Islam yang kuat, sekalipun kadang melakukan ritual Pethik Laut atau Rokat Tasse (sama dengan Larung Sesaji).<br />
<br />
Harga diri, juga paling penting dalam kehidupan orang Madura, mereka memiliki sebuah peribahasa “Lebbi Bagus Pote Tollang, atembang Pote Mata”. Artinya, lebih baik mati (putih tulang) daripada malu (putih mata). Tradisi carok juga berasal dari sifat itu (maduracenter.wordpress.com)<br />
<br />
Proses Adaptasi Antar Budaya Suku Madura<br />
<br />
1. Enculturasi<br />
Merupakan proses pembentukan cara mengekspresikan dan memahami perilaku sosial dasar dari budaya asal dan di internalisasi melalui pembiasaan dalam lingkungan keluarga dan lingkungan asal. Dengan kata lain, enkulturasi adalah budaya dasar atau budaya asli dari sebuah kelompok atau etnik.<br />
<br />
Masyarakat Madura memiliki budaya dasar yang lumayan beragam, diantaranya adalah:<br />
a. Budaya kelompok<br />
Masyarakat Madura adalah masyarakat yang kolekitivis, hal ini terbukti dengan adanya kelompok-kelompok tertentu yang berada dalam masyarakat Madura itu sendiri. Dan masing-masing dari kelompok itu juga mempunyai salah seorang penguasa kelompok. Perilaku dari anggota kelompok itu pun bermacam- macam sesuai dengan kebijakan dari kelompok masing-masing.<br />
<br />
b. Budaya gotoong royong<br />
Budaya ini sangat terlihat saat ada prosesi kematian atau pernikahan yang diselenggarakan oleh penduduk Madura. Karena di saat itulah sanak saudara yang berada jauh dari Madura akan dengan rela hati menyempatkan diri datang ke Madura untuk membantu keluarganya yang di Madura, begitu pula dengan tetangga-tetangga dekat atau jauhnya.<br />
<br />
c. Budaya “taretan dhibi’”<br />
Budaya “taretan dhibi’” (saudara sendiri) ini merupakan budaya dasar orang Madura. Dimana pun, kapan pun, dan dalam keadaan apa pun, orang-orang Madura akan tetap memegang budaya ini. Sebab dari sinilah mereka memiiliki ikatan emosional tersendiri dan akan merasa bangga bahwa nantinya jika ada salah seorang yang membutuhkan bantuan atau tertimpa musibah, maka saudaranya tidak akan segan-segan untuk membantunya.<br />
<br />
d. Budaya bahasa<br />
Rasa memiliki bahasa Madura sebagai alat pemersatu orang-orang Madura dimana pun mereka berada, sebenarnya adalah budaya dasar Madura. Akan tetapi, semakin hari semakin lama, orang-orang Madura mulai jarang menggunakan bahasanya sendiri. Sehingga dengan adanya kenyataan ini, pemerintah kota Surabaya pernah mengadakan lomba pantun dan syair Madura. Tujuannya adalah tidak lain untuk tetap melestarikan bahasa Madura sebagai bahasa daerah Madura.<br />
<br />
e. Budaya “to’ oto’ “<br />
Budaya ini hanya ada di Madura. Budaya “to’ oto’ “ sama halnya seperti arisan. Akan tetapi di Madura arisan ini diadakan oleh seseorang yang sedang ada hajat, dan orang yang menyumbangkan arisannya itu akan menganggap orang yang mengadakan arisan tersebut sedang berhutang pada orang-orang yang mengikuti arisan tersebut. Maka si pelaksana arisan harus mengembalikan hutang itu pada tamu-tamu undangannya. Jika orang yang memberikan uang arisan itu tidak atau belum dibayar oleh si pelaksana arisan, maka orang yang memberikan uang tadi itu akan menagih pada si pelaksana arisan sesuai dengan jumlah yang ia berikan.<br />
<br />
f. Budaya carok<br />
Budaya ini sebenarnya merupakan sarkasme bagi entitas budaya Madura. Dalam sejarah orang Madura, carok adalah duel satu lawan satu, dan ada kesepakatan sebelumnya untuk melakukan duel. Malah dalam persiapannya, dilakukan ritual-ritual tertentu menjelang carok berlangsung. Kedua pihak pelaku carok, sebelumnya sama-sama mendapat restu dari keluarga masing-masing. Karenanya, sebelum hari H duel maut bersenjata celurit dilakukan, di rumahnya diselenggarakan selamatan dan pembekalan agama berupa pengajian. Oleh keluarganya, pelaku carok sudah dipersiapkan dan diikhlaskan untuk terbunuh.<br />
<br />
<br />
<br />
Carok ini adalah sebuah pembelaan harga diri ketika diinjak-injak oleh orang lain, yang berhubungan dengan harta, tahta dan wanita. Pada intinya carok ini dilakukan untuk menjaga kehormatan. Ungkapan etnografi yang menyatakan, etembang pote mata lebih bagus pote tolang (daripada hidup menanggung perasaan malu, lebih baik mati berkalang tanah) inilah yang menjadi motivasi orang untuk melakukan carok.<br />
<br />
2. Acculturasi<br />
Akulturasi adalah proses secara bertahap, seseorang mendeteksi kesamaan dan perbedaan budayanya sendiri dengan lingkungan barunya.<br />
<br />
Orang Madura dan orang Jawa pada kenyataannya memiliki budaya yang sama dalam hal sopan santun. Keduanya ternyata sama-sama menjunjung tinggi sopan santun kepada orang lain terutama kepada orang yang lebih tua atau kepada kedua orang tua. Hanya saja yang berbeda adalah dalam menjaga harga diri. Jika harga diri orang Madura dilecehkan dan tidak dihargai maka orang Madura akan marah dan tidak terima akan hal itu. Jika orang lain masih meremehakannya dan membuatnya sakit hati maka tidak hanya dirinya yang tersakiti yang akan maju menghadapi orang yang telah membuatnya sakit hati, akan tetapi sanak saudara dan orang-orang sesama Madura (bagi yang berada di luar Madura) akan membantu temannya yang sedang sakit hati ini untuk melawan orang tersebut. Inilah yang membedakan antara orang Jawa dan Madura pada umumnya.<br />
<br />
3. Dekulturasi<br />
Dekulturasi adalah proses dimana seseorang tidak mempelajari budaya mendasar dari budaya barunya. Dan dia masih tetap memegang budayanya sendiri.<br />
<br />
Bagi orang Madura yang berada di perantauan, mereka akan tetap memegang budaya kekeluargaannya, yakni merasa malu jika perbuatan yang dilakukan itu salah, sopan santun, keramahan, dan “taretan dhibi’ “, sebagaimana telah dijelaskan di atas tadi pada bagian enkulturasi. Akan tetapi yang perlu diingat dan dijadikan catatan adalah jangan sampai membuat orang Madura sakit hati.<br />
<br />
4. Asimilasi<br />
Asimilasi adalah tingkat akulturasi dengan budaya baru dan tingkatan dekulturasi dari budaya asalnya. Dan dari asimilasi inilah cikal bakal terjadinya adaptasi.<br />
<br />
Dalam masyarakat Madura, adat pernikahan orang Madura dahulu adalah dengan cara lesehan tanpa ada kursi ataupun pelaminan. Akan tetapi karena semakin banyaknya orang Madura yang memiliki pasangan yang berasal dari luar Madura maka saat ini, adat pernikahan Madura yang awalnya lesehan itu menjadi tidak ada dan berganti dengan adat pernikahan seperti orang Jawa kebanyakan. Bahkan jika ada keluarga yang bisa menikahkan anak-anaknya di gedung-gedung hal itu menjadi kebanggaan tersendiri.<br />
<br />
Selain itu pula, prosesi tukar cincin dalam pernikahan orang Madura saat ini mulai merebak. Padahal sebenarnya prosesi tukar cincin itu bukan berasal dari adat budaya Islam, hanya sebagian masyarakat Madura yang masih memegang teguh ajaran Islamnya saja yang tidak melakukan prosesi tukar cincin tersebut. Karena prosesi itu dilaksanakan sebelum akad nikah, dan dalam Islam jika belum di akad nikah maka kedua orang laki-laki dan perempuan itu belum menjadi mahram.(edukasi.kompasiana.com)Unknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-3156125511355596317.post-80018882758604151352018-04-24T18:54:00.000+07:002022-01-22T02:05:17.657+07:00Mengenal Suku Arab-IndonesiaSuku Arab-Indonesia adalah penduduk Indonesia yang memiliki keturunan etnis Arab dan etnis pribumi Indonesia. Pada mulanya mereka umumnya tinggal di perkampungan Arab yang tersebar di berbagai kota di Indonesia. Pada zaman penjajahan Belanda, mereka dianggap sebagai bangsa Timur Asing bersama dengan suku Tionghoa-Indonesia dan suku India-Indonesia. Tapi seperti kaum etnis Tionghoa dan India, tidaklah sedikit kaum Arab-Indonesia yang berjuang membantu kemerdekaan Indonesia.<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://4.bp.blogspot.com/-0HdBVTdVaIU/Wt8aQMcVTkI/AAAAAAAAJA4/H4M6XX6SVn4Cy3f-SGEGwa9hJlF1NoqvACLcBGAs/s1600/2.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="319" data-original-width="250" height="640" src="https://4.bp.blogspot.com/-0HdBVTdVaIU/Wt8aQMcVTkI/AAAAAAAAJA4/H4M6XX6SVn4Cy3f-SGEGwa9hJlF1NoqvACLcBGAs/s640/2.jpg" width="503" /></a></div>
<br />
Kawasan dengan jumlah penduduk yang signifikan : Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku.<br />
<br />
Kelompok etnis terdekat Mayoritas keturunan bangsa Arab dari Yaman, minoritas dari Timur Tengah atau Afrika Utara lainnya.<br />
<br />
Sejarah Kedatangan<br />
<br />
Setelah terjadinya perpecahan besar di antara umat Islam yang menyebabkan terbunuhnya khalifah keempat Ali bin Abi Thalib, mulailah terjadi perpindahan (hijrah) besar-besaran dari kaum keturunannya ke berbagai penjuru dunia. Ketika Imam Ahmad Al-Muhajir hijrah dari Irak ke daerah Hadramaut di Yaman kira-kira seribu tahun yang lalu, keturunan Ali bin Abi Thalib ini membawa serta 70 orang keluarga dan pengikutnya.<br />
<br />
Sejak itu berkembanglah keturunannya hingga menjadi kabilah terbesar di Hadramaut, dan dari kota Hadramaut inilah asal-mula utama dari berbagai koloni Arab yang menetap dan bercampur menjadi warganegara di Indonesia dan negara-negara Asia lainnya. Selain di Indonesia, warga Hadramaut ini juga banyak terdapat di Oman, India, Pakistan, Filipina Selatan, Malaysia, dan Singapura.<br />
<br />
Terdapat pula warga keturunan Arab yang berasal dari negara-negara Timur Tengah dan Afrika lainnya di Indonesia, misalnya dari Mesir, Arab Saudi, Sudan atau Maroko; akan tetapi jumlahnya lebih sedikit daripada mereka yang berasal dari Hadramaut.<br />
<br />
Kedatangan di Indonesia<br />
Kedatangan koloni Arab dari Hadramaut ke Indonesia diperkirakan terjadi dalam 3 gelombang utama.<br />
<br />
Abad 9 - 11 Masehi<br />
Catatan sejarah tertua adalah berdirinya kerajaan Perlak I (Aceh Timur) pada tanggal 1 Muharram 225 H (840 M). Hanya 2 abad setelah wafat Rasulullah, salah seorang keturunannya yaitu Sayyid Ali bin Muhammad Dibaj bin Ja'far Shadiq hijrah ke kerajaan Perlak. Ia kemudian menikah dengan adik kandung Raja Perlak Syahir Nuwi. Dari pernikahan ini lahirlah Abdul Aziz Syah sebagai Sultan (Raja Islam) Perlak I. Catatan sejarah ini resmi dimiliki Majelis Ulama Kabupaten Aceh Timur dan dikuatkan dalam seminar sebagai makalah 'Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Aceh' 10 Juli 1978 oleh (Alm) Professor Ali Hasymi.<br />
Abad 12 - 15 Masehi<br />
Masa ini adalah masa kedatangan para datuk dari Walisongo yang dipelopori oleh keluarga besar Syekh Jamaluddin Akbar dari Gujarat, masih keturunan Syekh Muhammad Shahib Mirbath dari Hadramaut. Ia besama putra-putra berdakwah jauh ke seluruh pelosok Asia Tenggara hingga Nusantara dengan strategi utama menyebarluaskan Islam melalui pernikahan dengan penduduk setempat utamanya dari kalangan istana-istana Hindu.<br />
<br />
Abad 17 - 19 Masehi<br />
<br />
Seorang Arab di masa Hindia Belanda (litografi berdasarkan gambar oleh Auguste van Pers, 1854)<br />
<br />
Abad ini adalah gelombang terakhir ditandai dengan hijrah massalnya para Alawiyyin Hadramaut yang menyebarkan Islam sambil berdagang di Nusantara. Kaum pendatang terakhir ini dapat ditandai keturunannya hingga sekarang karena berbeda dengan pendahulunya, tidak banyak melakukan kawin campur dengan penduduk pribumi. Selain itu dapat ditandai dengan marga yang kita kenal sekarang seperti Alatas, Assegaf, Al Jufri, Alaydrus, Syihab, Syahab, dll.<br />
<br />
Hal ini dapat dimengerti karena marga-marga ini baru terbentuk belakangan. Tercatat dalam sejarah Hadramaut, marga tertua adalah As Saqqaf (Assegaf) yang menjadi gelar bagi Syekh Abdurrahman bin Muhammad Al Mauladdawilah setelah ia wafat pada 731 H atau abad 14-15 M. Sedangkan marga-marga lain terbentuk bahkan lebih belakangan, umumnya pada abad 16. Biasanya nama marga diambil dari gelar seorang ulama setempat yang sangat dihormati. Berdasarkan taksiran pada 1366 H (atau sekitar 57 tahun lalu), jumlah mereka sekarang tidak kurang dari 70 ribu jiwa. Ini terdiri dari kurang lebih 200 marga.<br />
<br />
Saat ini diperkirakan jumlah keturunan Arab Hadramaut di Indonesia lebih besar bila dibandingkan dengan jumlah mereka yang ada di tempat leluhurnya sendiri. Penduduk Hadramaut sendiri hanya sekitar 1,8 juta jiwa. Bahkan sejumlah marga yang di Hadramaut sendiri sudah punah - seperti Basyeiban dan Haneman - di Indonesia jumlahnya masih cukup banyak. Perkampungan Arab banyak tersebar di berbagai kota di Indonesia, misalnya di Jakarta (Pekojan), Bogor (Empang), Surakarta (Pasar Kliwon), Surabaya (Ampel), Gresik (Gapura), Malang (Jagalan), Cirebon (Kauman), Mojokerto (Kauman), Yogyakarta (Kauman), Probolinggo (Diponegoro), Bondowoso, dan Banjarmasin (Kampung Arab), serta masih banyak lagi yang tersebar di kota-kota lainnya seperti Palembang, Banda Aceh, Sigli, Medan, Lampung, Makasar, Gorontalo, Ambon, Mataram, Ampenan, Sumbawa, Dompu, Bima, Kupang, dan Papua.<br />
<br />
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://2.bp.blogspot.com/-TpfXvjiZFII/Wt8amfkKUlI/AAAAAAAAJBA/wum2YL4QSTIm6xkYNkCvTHYIuE3Hv1bxACLcBGAs/s1600/300px-COLLECTIE_TROPENMUSEUM_Een_Arabier_TMnr_3728-759.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="371" data-original-width="300" height="640" src="https://2.bp.blogspot.com/-TpfXvjiZFII/Wt8amfkKUlI/AAAAAAAAJBA/wum2YL4QSTIm6xkYNkCvTHYIuE3Hv1bxACLcBGAs/s640/300px-COLLECTIE_TROPENMUSEUM_Een_Arabier_TMnr_3728-759.jpg" width="512" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Seorang Arab di masa Hindia Belanda (litografi berdasarkan gambar oleh Auguste van Pers, 1854)</td></tr>
</tbody></table>
<br />
Keturunan Arab Hadramaut di Indonesia, seperti negara asalnya Yaman, terdiri 2 kelompok besar yaitu kelompok Alawi, dan kelompok Qabili. Di Indonesia, kadang-kadang ada yang membedakan antara kelompok Alawiyyin yang umumnya pengikut organisasi Jamiat al-Kheir, dengan kelompok Syekh atau Masyaikh yang biasa pula disebut Irsyadi atau pengikut organisasi al-Irsyad.<br />
<br />
Di Indonesia, sejak zaman dahulu telah banyak di kaum keturunan Arab yang menjadi pejuang, alim-ulama dan dai. Di antara para penyebar agama yang menonjol ialah Walisongo, yang diduga kuat (Van Den Berg, 1886) merupakan keturunan Arab Hadramaut dan/atau merupakan murid-murid mereka. Kaum Arab Hadramaut yang datang sekitar abad 15 dan sebelumnya mempunyai perbedaan mendasar dengan mereka yang datang pada gelombang berikutnya (abad 18 dan sesudahnya). Sebagaimana disebutkan oleh Van Den Berg, kaum pendahulu ini banyak berasimilasi dengan penduduk asli, terutama dari keluarga kerajaan Hindu. Hal ini dilakukan dalam rangka mempercepat penyebaran agama Islam, sehingga keturunan mereka sudah hampir tak bisa dikenali sebagai keturunan Arab Hadramaut.<br />
<br />
Di antara marga-marga Hadramaut yang pertama-tama ke Indonesia adalah keluarga Basyaiban, yaitu Sayyid Abdul Rahman bin Abu Hafs Umar Basyaiban BaAlawi pada abad ke-17 Masehi.<br />
<br />
Pada zaman kejayaan kesultanan-kesultanan Islam di Indonesia, beberapa keturunan Arab dirajakan oleh masyarakat setempat, antara lain di Jawa (Demak, Cirebon, dan Banten), Sumatera (Aceh dan Siak), dan Kalimantan (Sambas, Pontianak, Kubu, dan Pasir). Selain itu, sejak lama pula banyak sekali keturunan Arab yang menjadi pedagang, dan mereka tersebar di berbagai penjuru kepulauan Indonesia.<br />
<br />
Kaum Arab Hadramaut yang datang pada abad ke-18 dan sesudahnya, tidak banyak melakukan pernikahan dengan penduduk asli sebagaimana gelombang kedatangan yang sebelumnya. Mereka datang sudah membawa nama marga-marga yang terbentuk belakangan (sekitar abad 16-17). Keturunan kaum Arab Hadramaut yang datang belakangan ini, masih mudah dikenali melalui nama-nama khas marga mereka. Warga Arab-Indonesia sampai saat ini turut berperan aktif dalam bidang keagamaan Islam dan berbagai bidang kehidupan lainnya di Indonesia.<br />
<br />
<br />
<br />
Sumber : Wikipedia<br />
<div>
<br /></div>
Unknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-3156125511355596317.post-67353322344369561952018-04-24T18:45:00.000+07:002022-01-22T02:05:17.652+07:00Mengenal Pernikahan Dalam Prosesi Adat Istiadat Sunda<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://4.bp.blogspot.com/-bwsyKwCoBkA/Wt8YjUOMQBI/AAAAAAAAJAs/0-qAfpL12H86e08RI8ANiYuxfXDXe11sgCLcBGAs/s1600/5.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="320" data-original-width="302" height="640" src="https://4.bp.blogspot.com/-bwsyKwCoBkA/Wt8YjUOMQBI/AAAAAAAAJAs/0-qAfpL12H86e08RI8ANiYuxfXDXe11sgCLcBGAs/s640/5.jpg" width="604" /></a></div>
<br />
Pernikahan Adat Sunda rangkaian acaranya di mulai dari pembicaraan orang tua dari pihak kedua mempelai sampai acara yang dinamakan: muka panto (buka pintu). Bagi banyak orang Sunda, tahap-tahap proses adat pernikahan wajib dilakukan. berbagai proses acara pernikahan khas Sunda sebelum dan sesudah pernikahan adalah sebagai berikut:<br />
<br />
Pertama, tahap Nendeun Omong. Tahap ini adalah pembicaraan orang tua kedua pihak mempelai atau siapapun yang dipercaya jadi utusan pihak pria yang punya rencana mempersunting seorang gadis sunda.<br />
<br />
Orang tua atau sang utusan datang bersilaturahmi dan menyimpan pesan bahwa kelak sang gadis akan dilamar. Sebelumnya memang orang tua masing-masing sudah membuat kesepakatan untuk menjodohkan atau laki-laki dan perempuannya sudah sepakat untuk ‘mengikat janji’ dalam suatu ikatan pernikahan, maka selanjutnya orang tua pria datang sendiri atau menyuruh orang ke rumah sang gadis untuk menyampaikan niat. Intinya, neundeun omong (titip ucap, menaruh perkataan atau menyimpan janji) yang menginginkan sang gadis agar menjadi menantunya. Dalam hal ini, orang tua atau utusan memerlukan kepandaian berbicara dan berbahasa, penuh keramahan.<br />
<br />
Kedua, tahap Lamaran. Tahap melamar atau meminang ini sebagai tindak lanjut dari tahap pertama. Proses ini dilakukan orang tua calon pengantin keluarga sunda dan keluarga dekat. Hampir mirip dengan yang pertama, bedanya dalam lamaran, orang tua laki-laki biasanya mendatangi calon besannya dengan membawa makanan atau bingkisan seadanya, membawa lamareun sebagai simbol pengikat (pameungkeut), bisa berupa uang, seperangkat pakaian, semacam cincin pertunangan, sirih pinang komplit dan lainnya, sebagai tali pengikat kepada calon pengantin perempuannya. Selanjutnya, kedua pihak mulai membicarakan waktu dan hari yang baik untuk melangsungkan pernikahan.<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
Ketiga, tahap Tunangan. Tahap ini adalah prosesi ‘patuker beubeur tameuh’, yaitu dilakukan penyerahan ikat pinggang warna pelangi atau polos kepada si gadis.<br />
<br />
Keempat, tahap Seserahan (3 – 7 hari sebelum pernikahan). Calon pengantin pria membawa uang, pakaian, perabot rumah tangga, perabot dapur, makanan, dan lain-lain.<br />
<br />
Kelima, tahap Ngeuyeuk seureuh (opsional, jika ngeuyeuk seureuh tidak dilakukan, maka seserahan dilaksanakan sesaat sebelum akad nikah). Tahap ini dilakukan sebagai berikut:<br />
<br />
1. Dipimpin Pengeuyeuk.<br />
2. Pengeuyek mewejang kedua calon pengantin agar meminta ijin dan doa restu kepada kedua orang tua serta memberikan nasehat melalui lambang-lambang atau benda yang disediakan berupa parawanten, pangradinan dan sebagainya.<br />
3. Diiringi lagu kidung oleh Pangeuyeuk<br />
<br />
4. Disawer beras, agar hidup sejahtera.<br />
5. dikeprak dengan sapu lidi disertai nasehat agar memupuk kasih sayang dan giat bekerja.<br />
6. Membuka kain putih penutup pengeuyeuk. Melambangkan rumah tangga yang akan dibina masih bersih dan belum ternoda.<br />
<br />
7. Membelah mayang jambe dan buah pinang (oleh calon pengantin pria). Bermakna agar keduanya saling mengasihi dan dapat menyesuaikan diri.<br />
8. Menumbukkan alu ke dalam lumpang sebanyak tiga kali (oleh calon pengantin pria).<br />
Keenam, tahap Membuat Lungkun. Dua lembar sirih bertangkai saling dihadapkan. Digulung menjadi satu memanjang. Diikat dengan benang kanteh. Diikuti kedua orang tua dan para tamu yang hadir. Maknanya, agar kelak rejeki yang diperoleh bila berlebihan dapat dibagikan kepada saudara dan handai taulan.<br />
<br />
Ketujuh, tahap Berebut uang di bawah tikar sambil disawer. Melambangkan berlomba mencari rejeki dan disayang keluarga.<br />
<br />
Kedepalan, tahap Upacara Prosesi Pernikahan:<br />
<br />
1. Penjemputan calon pengantin pria , oleh utusan dari pihak wanita<br />
2. Ngabageakeun, ibu calon pengantin wanita menyambut dengan pengalungan bunga melati kepada calon pengantin pria, kemudian diapit oleh kedua orang tua calon pengantin wanita untuk masuk menuju pelaminan.<br />
<br />
3. Akad nikah, petugas KUA, para saksi, pengantin pria sudah berada di tempat nikah. Kedua orang tua menjemput pengantin wanita dari kamar, lalu didudukkan di sebelah kiri pengantin pria dan dikerudungi dengan tiung panjang, yang berarti penyatuan dua insan yang masih murni. Kerudung baru dibuka saat kedua mempelai akan menandatangani surat nikah.<br />
4. Sungkeman,<br />
<br />
5. Wejangan, oleh ayah pengantin wanita atau keluarganya.<br />
6. Saweran, kedua pengantin didudukkan di kursi. Sambil penyaweran, pantun sawer dinyanyikan. Pantun berisi petuah utusan orang tua pengantin wanita. Kedua pengantin dipayungi payung besar diselingi taburan beras kuning atau kunyit ke atas payung.<br />
<br />
7. Meuleum harupat, pengantin wanita menyalakan harupat dengan lilin. Harupat disiram pengantin wanita dengan kendi air. Lantas harupat dipatahkan pengantin pria.<br />
8. Nincak endog (menginjak telur), pengantin pria menginjak telur dan elekan sampai pecah. Lantas kakinya dicuci dengan air bunga dan dilap pengantin wanita.<br />
<br />
9. Muka Panto (buka pintu). Diawali mengetuk pintu tiga kali. Diadakan tanya jawab dengan pantun bersahutan dari dalam dan luar pintu rumah. Setelah kalimat syahadat dibacakan, pintu dibuka. Pengantin masuk menuju pelaminan.<br />
<br />
Sumber : pernikahanadat.blogspot.com<br />
<br />
<br />
<br />
Sumber : pernikahanadat.blogspot.comUnknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-3156125511355596317.post-18574770824051709162018-04-24T18:36:00.001+07:002022-01-22T02:05:17.636+07:00Istilah "Mitoni' Dalam Pemahaman Tradisi JawaDalam tradisi Jawa, mitoni merupakan rangkaian upacara siklus hidup yang sampai saat ini masih dilakukan oleh sebagian masyarakat Jawa. Kata mitoni berasal dari kata ‘am’ (awalan am menunjukkan kata kerja) + ’7′ (pitu) yang berarti suatu kegiatan yang dilakukan pada hitungan ke-7. Upacara mitoni ini merupakan suatu adat kebiasaan atau suatu upacara yang dilakukan pada bulan ke-7 masa kehamilan pertama seorang perempuan dengan tujuan agar embrio dalam kandungan dan ibu yang mengandung senantiasa memperoleh keselamatan.<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://2.bp.blogspot.com/-KMrgTy2LcPM/Wt8WUfPtfEI/AAAAAAAAJAQ/-VIAYJyi2fcQvGWCb41azOIBY4jKdegfwCLcBGAs/s1600/13.jpeg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="194" data-original-width="259" height="481" src="https://2.bp.blogspot.com/-KMrgTy2LcPM/Wt8WUfPtfEI/AAAAAAAAJAQ/-VIAYJyi2fcQvGWCb41azOIBY4jKdegfwCLcBGAs/s640/13.jpeg" width="640" /></a></div>
<br />
Upacara MITONI atau selamatan yang menandai tujuh bulan usia kehamilan itu begitu indah menarik dan mengandung seribu makna. Peristiwanya selalu berbunga-bunga sekaligus mendebarkan, karena tidak lama lagi, sepasang temanten akan segera menjadi nyokap dan bokap, sepasang papa mama akan segera menjadi kakek nenek. Mbah kakung putri akan segera menjadi eyang buyut dan seterusnya.<br />
<br />
Adat Jawa<br />
Wong Jowo atau orang Jawa itu kreatif dan pandai memaknai segala sesuatunya. Telinga ini dibilangnya kuping, diartikan sebagai sesuatu yang kaku njepiping, sesuatu yang kaku dan kaku. Cengkir alias kelapa muda diterjemahkan sebagai kencenging pikir atau tekad yang keras. Tebu diartikan sebagai antebing kalbu. Pisang ayu disimbolkan sebagai harapan akan kehidupan yang tata tentrem kerta rahayu, kehidupan yang indah, bahagia, tentram dan sejahtera.<br />
<br />
Para pahlawan disebut kusuma bangsa atau bunga bangsa, sementara para koruptor dicap sebagai kusuma bangsa...tttt!. Putri solo yang lemah gemulai diibaratkan lumakune koyo macan luwe, berjalan kalem seperti harimau lapar, sementara putri yang sedang hamil tua dikatakan seperti bulus angrem, seperti kura-kura sedang mengeram.<br />
<br />
Begitu luasnya daya imajinasi itu sehingga melahirkan banyak ragam tata upacara adat yang sarat dengan makna simbolik, diantaranya yang menandai siklus kehidupan manusia sejak masa pra kelahiran. Salah satunya adalah upacara untuk memperingati usia kehamilan tujuh bulan yang biasa disebut "mitoni"<br />
<br />
Orang Jawa menamai usia kehamilan tujuh bulan itu SAPTA KAWASA JATI. Sapta-tujuh, kawasa-kekuasaan, jati-nyata. Pengertiannya, jika Yang Maha Kuasa menghendaki, dapat saja pada bulan ketujuh bayi lahir sehat dan sempurna. Bayi yang lahir tujuh bulan sudah dianggap matang alias bukan premature.<br />
<br />
Namun apabila pada bulan ketujuh itu bayi belum lahir, maka calon orang tua atau eyangnya akan membuat upacara mitoni, yaitu upacara slametan atau mohon keselamatan dan pertolongan kepada Yang Maha Kuasa agar semuanya dapat berjalan lancar, agar bayi didalam kandungan beserta ibunya tetap diberi kesehatan serta keselamatan.<br />
<br />
Pelaksanaan<br />
Mitoni berasal dari kata pitu yang artinya angka tujuh. Dasar kreatif, kata bilangan itu kemudian dipakai oleh orang Jawa sebagai simbol yang mewakili kata kerja. Pitu menjadi pitulungan, bermakna mohon berkat pertolongan dari Yang Maha Kuasa.<br />
<br />
Tahap pelaksanaannya berurutan, bermula dari siraman, brojolan dan terakhir pemakaian busana. Sangat cocok dilaksanakan pada sore hari, ngiras mandi sore. dan dihadiri oleh segenap sanak kadang, para tetangga serta handai taulan.<br />
<br />
Siraman<br />
Siram artinya mandi. Siraman berarti memandikan. Dimaksudkan untuk membersihkan serta menyucikan calon ibu dan bayi yang sedang dikandung, lahir maupun batin. Siraman dilakukan di tempat yang disiapkan secara khusus dan didekor indah, disebut krobongan. Atau bisa juga dilakukan di kamar mandi.<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://2.bp.blogspot.com/-KJg1pmL3aMQ/Wt8Wf7WTQqI/AAAAAAAAJAY/BojczlKPGvwp8_IwL_Ba_ErIfcI3bLbxwCLcBGAs/s1600/DSC02297.JPG" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="240" data-original-width="320" height="480" src="https://2.bp.blogspot.com/-KJg1pmL3aMQ/Wt8Wf7WTQqI/AAAAAAAAJAY/BojczlKPGvwp8_IwL_Ba_ErIfcI3bLbxwCLcBGAs/s640/DSC02297.JPG" width="640" /></a></div>
<br />
<br />
<br />
Sesuai tema, jumlah angka tujuh atau pitu kemudian dipakai sebagai simbol. Air yang digunakan diambil dari tujuh sumber, atau bisa juga dari air mineral berbagai merek, yang ditampung dalam jambangan, yaitu sejenis ember bukan dari plastik tapi terbuat dari terakota atau kuningan dan ditaburi kembang setaman atau sritaman yaitu bunga mawar, melati, kantil serta kenanga. Aneka bunga ini melambangkan kesucian. Tujuh orang bapak dan ibu teladan dipilih untuk tugas memandikan. Seolah tanpa saingan, yang pasti terpilih adalah calon kakek dan neneknya.<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
Tanpa tetek bengek perhiasan seperti anting, ataupun gelang akar bahar, dan hanya mengenakan lilitan jarit (kain batik), calon ibu dibimbing menuju ke tempat permandian oleh pemandu atau dukun wanita yang telah ditugasi.<br />
<br />
Siraman diawali oleh calon kakek, berikutnya calon nenek, dilanjutkan oleh yang lainnya. Dilakukan dengan cara menuangkan atau mengguyurkan air yang berbunga-bunga itu ke tubuh calon ibu dengan menggunakan gayung yang dibuat dari batok kelapa yang masih berkelapa atau masih ada dagingnya.<br />
<br />
Bunga-bunga yang menempel disekujur badan dibersihkan dengan air terakhir dari dalam kendi. Kendi itu kemudian dibanting kelantai oleh calon ibu hingga pecah. Semua yang hadir mengamati. Jika cucuk atau paruh kendi masih terlihat mengacung, hadirin akan berteriak: "Cowok! Laki! Jagoan! Harno!" dan komentar-komentar lain yang menggambarkan anaknya nanti bakal lahir cowok. Namun jika kendi pecah berkeping-keping, dipercaya anaknya nanti bakal cewek.<br />
<br />
Acara ini bisa berlangsung sangat meriah. Para tamu berdesak ingin melihat dan ramai berkomentar, sementara sang MC dengan bersemangat menyiarkan berita seputar pandangan mata.<br />
<br />
Siraman selesai, sang calon ibu yang basah kuyup dari ujung rambut hingga ujung kaki segera dikeringkan dengan handuk dan hair dryer supaya tidak perlu kerokan, masuk angin.<br />
<br />
Brojolan<br />
Calon ibu kini berbusana kain jarit yang diikat longgar dengan letrek yaitu sejenis benang warna merah putih dan hitam. Merah melambangkan kasih sayang calon ibu, putih melambangkan tanggung jawab calon bapak atau bokap bagi kesejahteraan keluarganya nanti. Warna hitam melambangkan kekuasaan Yang Maha Kuasa yang telah mempersatukan cinta kasih kedua orang tuanya. Tidak ada letrek, janur pun jadi.<br />
<br />
Calon nenek memasukkan tropong (alat tenun) kedalam lilitan kain jarit kemudian dijatuhkan kebawah. Ini dimaksudkan sebagai pengharapan agar proses kelahirannya kelak, agar sang bayi dapat mbrojol lahir dengan lancar. Tidak ada tropong, telur ayam pun jadi.<br />
<br />
Dilanjutkan dengan acara membrojolkan atau meneroboskan dua buah kelapa gading yang telah digambari lewat lilitan kain jarit yang dikenakan oleh calon ibu. Sepasang kelapa gading tersebut bisa ditato gambar Kamajaya dan Dewi Ratih atau Harjuna dan Sembadra atau Panji Asmara Bangun dan Galuh Candra Kirana. Kita tinggal pilih. Para selebriti perwayangan tersebut dikenal berwajah cantik dan ganteng. Harapannya adalah agar anak yang lahir kelak bisa keren seperti mereka. Kelapa yang mbrojol ditangkap oleh salah seorang ibu untuk nantinya diberikan kepada calon bapak.<br />
<br />
Calon bapak bertugas memotong letrek yang mengikat calon ibu tadi dengan keris yang ujungnya telah diamankan dengan ditutupi kunyit, atau bisa juga menggunakan parang yang telah dihiasi untaian bunga melati. Ini melambangkan kewajiban suami untuk memutuskan segala rintangan dalam kehidupan keluarga.<br />
<br />
Setelah itu calon bapak akan memecah salah satu buah kelapa bertato tadi dengan parang, sekali tebas. Apabila buah kelapa terbelah menjadi dua, maka hadirin akan berteriak: "Perempuan!" Apabila tidak terbelah, hadirin boleh berteriak: "laki-laki!" Dan apabila kelapa luput dari sabetan, karena terlanjur menggelinding sebelum dieksekusi misalnya, maka adegan boleh diulang.<br />
<br />
Pemakaian Busana<br />
Selesai brojolan, calon ibu dibimbing keruangan lain untuk dikenai busana kain batik atau jarit berbagai motif, motif sido luhur, sido asih, sido mukti, gondo suli, semen raja, babon angrem dan terakhir kain lurik motif lasem. Kain lurik motif lasem melambangkan cinta kasih antara bapak dan ibunya. Kain-kain yang tujuh motif tersebut dikenakan bergantian urut satu persatu.<br />
<br />
Setiap berganti hingga kain yang ke enam, pemandu akan bertanya kepada hadirin sudah pantas atau belum, dan hadirin akan menjawab serentak: "belum!" Ketika kain ke tujuh atau terakhir dikenakan, yaitu kain lurik motif lasem, barulah hadirin menjawab sudah. Sudah pantas dan selayaknya.<br />
<br />
Keenam kain lainnya yang tidak layak pakai itu kemudian dijadikan alas duduk calon bapak ibunya. Gaya pendudukan seperti ini disebut angreman, bukan menggambarkan bapak melainkan menggambarkan ayam yang sedang mengerami telurnya.<br />
<br />
Sebelum matahari terbenam, sebelum ayam tertidur, seluruh rangkaian upacara ini sudah dapat dirampungkan.<br />
<br />
Secara detail ada beberapa tahapan upacara mitoni, sesuai adat jawa :<br />
1. Sungkeman<br />
Upacara mitoni diawali dengan upacara sungkeman. Sungkeman dilakukan pertama-tama oleh calon ibu kepada calon ayah (suaminya). Kemudian, calon ibu dan ayah, melakukan sungkeman kepada kedua pasang orang tua mereka. Intinya adalah memohon doa restu agar proses kehamilan dan kelahiran kelak berjalan dengan lancar dan selamat.<br />
<br />
<br />
<br />
2. Siraman<br />
Siraman atau mandi merupakan simbol upacara sebagai pernyataan tanda pembersihan diri, baik fisik maupun jiwa. Pembersihan secara simbolis ini bertujuan membebaskan calon ibu dari dosa-dosa sehingga kalau kelak si calon ibu melahirkan anak tidak mempunyai beban moral sehingga proses kelahirannya menjadi lancar..<br />
<br />
<br />
Siraman dilakukan oleh 7 orang yang dianggap sesepuh plus suami/calon ayah. (untuk yang terakhir ini, saya juga baru tau di hari H, bahwa sang suami juga akan menjadi pihak yang memberikan air siraman). Di samping itu, saya kira yang melakukan siraman hanyalah sesepuh yang wanita, tapi ternyata bapak dan bapak mertua turut memberikan air siraman. Bisa juga pasangan orang tua dihitung sebagai 1 orang. Seperti pada siraman kemarin, urutannya adalah: 1. Mama dan Papa, 2. Bapak dan Ibu (mertua), 3. Nenek, 4. Adik Nenek, 5. Bude dari Mama, 6. Bude dari Papa, 7. Suami.<br />
<br />
<br />
Air siraman adalah air yang berasal dari 7 sumber, misalnya dari rumah orang tua istri, rumah orang tua suami, tetangga atau saudara lainnya. Pada air siraman juga terdapat bunga 7 rupa.<br />
<br />
Setelah acara selesai, bagi tamu yang belum mempunyai keturunan bisa mengambil air siraman yang belum terpakai, untuk digunakan sebagai air mandi (bisa dibawa pulang). Diharapkan setelah menggunakan air tersebut, tamu tersebut bisa 'ketularan' memiliki keturunan juga.<br />
<br />
3. Pecah Telur<br />
Setelah siraman, calon ayah melakukan upacara pecah telur. 1 butir telur ayam kampung yang sebelumnya ditempelkan ke dahi dan perut calon ibu, dan kemudian dibanting ke lantai. Telur tersebut harus pecah, sebagai perlambang proses persalinan nanti dapat berjalan dengan lancar tanpa aral melintang. Dari referensi yang saya baca, ada juga yang dengan cara memasukkan telur tersebut ke dalam kain calon ibu.<br />
<br />
<br />
<br />
4. Memutus Lawe/benang/janur<br />
Berikutnya, masih di tempat siraman berlangsung, adalah upacara memutuskan lawe/benang/janur. Lawe atau Janur diikatkan ke perut calon ibu, kemudian calon ayah memutuskan lilitan tersebut. Maknanya juga agar proses persalinan berjalan lancar dan tidak ada halangan<br />
<br />
<br />
<br />
5. Brojolan<br />
Yaitu memasukkan kelapa gading muda (kelapa cengkir) yang telah dilukis Kamajaya dan Dewi Ratih. Calon ibu dipakaikan sarung (longgar saja). Bagian pinggir sarung, agar tetap longgar, dipegang oleh kedua calon kakek, masing-masing di sebelah kiri dan kanan. Kemudian sang calon ayah memasukkan satu kelapa cengkir tersebut dari atas, dan siap diterima oleh salah satu calon nenek (misalnya diawali oleh calon nenek dari pihak calon ibu). Hal ini dilakukan 3 kali berturut-turut. Setelah itu, diikuti dengan proses yang sama dengan kelapa cengkir kedua, dan diterima oleh calon nenek lainnya (calon nenek dari pihak calon ayah).<br />
<br />
<br />
<br />
Calon nenek menerima kelapa tersebut sambil membawa selendang, dan merek kemudian menggendong kelapa tersebut (seperti menggendong bayi) dan membawanya ke kamar tidur. Kelapa tersebut kemudian ditidurkan di atas tempat tidur, seperti menidurkan bayi.<br />
<br />
Makna simbolis dari upacara ini adalah agar kelak bayi lahir dengan mudah tanpa kesulitan.<br />
<br />
<br />
6. Pecah Kelapa<br />
Selanjutnya, calon ayah mengambil salah satu kelapa tersebut. Mengambilnya dengan dengan mata tertutup, sehingga ia tidak tahu kelapa yang melambangkan perempuan atau laki-laki yang diambil. Kelapa diambil dan ditempatkan di area siraman, untuk kemudian dipecahkan. Hal ini melambangkan perkiraan jenis kelamin calon bayi tersebut.<br />
<br />
<br />
<br />
7. Ganti Busana<br />
Setelah calon ibu dikeringkan dan ganti dengan pakaian kering, dilakukan acara selanjutnya, yaitu upacara ganti busana. Akan terdapat 7 kali ganti pakaian, yang berupa ganti kain dan kebaya.<br />
<br />
Kain dalam tujuh motif melambangkan kebaikan yang diharapkan bagi ibu yang mengandung tujuh bulan dan bagi si anak kelak kalau sudah lahir.<br />
<br />
Kain yang digunakan terdapat 7 macam, dimulai dengan urutan dan makna sebagai berikut:<br />
1. sidomukti (melambangkan kebahagiaan),<br />
<br />
2. sidoluhur (melambangkan kemuliaan),<br />
<br />
3. parangkusuma (melambangkan perjuangan untuk tetap hidup),<br />
<br />
4. semen rama (melambangkan agar cinta kedua orangtua yang sebentar lagi menjadi bapak-ibu tetap bertahan selama-lamanya/tidak terceraikan),<br />
<br />
5. udan riris (melambangkan harapan agar kehadiran dalam masyarakat anak yang akan lahir selalu menyenangkan),<br />
6. cakar ayam (melambangkan agar anak yang akan lahir kelak dapat mandiri dalam memenuhi kebutuhan hidupnya).<br />
<br />
7. Kain terakhir yang tercocok adalah kain dari bahan lurik bermotif lasem (melambangkan kain yang walaupun sederhana tapi pembuatannya sulit, membutuhkan kesabaran karena dibuatnya dari lembar per lembar benang. Melambangkan kesederhanaan cinta kasih orang tua kepada anaknya).<br />
<br />
<br />
Pemakaian kain dibantu oleh kedua calon nenek dan ditanggapi oleh keluarga/tamu yang hadir (pada 6 kain dan kebaya pertama) dengan “kurang cocok…” serta pada kain terakhir (yang ke-7) dengan tanggapan “cocok”…<br />
<br />
Kain-kain yang dipakaikan tadi, setelah diganti dengan kain berikutnya, diletakkan di bawah kaki calon ibu, sehingga lama kelamaan menumpuk dan melingkari kaki calon ibu. Setelah selesai dengan pakaian ke-7, calon ayah membantu mendudukkan calon ibu di atas tumpukan kain tersebut, sehingga tampak seperti ‘ayam mengerami telurnya’, yang melambangkan sang calon ibu menjaga dan memelihara calon bayi dalam kandungannya.<br />
<br />
8. Jualan Cendol & Rujak<br />
<br />
<br />
<br />
Selanjutnya adalah upacara jualan rujak dan cendol (dawet) oleh sang calon ayah dan calon ibu. Calon ayah membawa payung untuk memayungi calon ibu saat berjualan, sementara calon ibu membawa wadah untuk menampung uang hasil jualan tersebut. Uang yang digunakan adalah uang koin yang terbuat dari tanah liat (kreweng). Sang calon ayah menerima uang tersebut dari pembeli untuk dimasukkan dalam wadah tersebut dan sang calon ibu melayani para pembeli.<br />
<br />
Rujak yang merupakan rujak serut tersebut juga dibuat dari 7 macam buah-buahan. Calon ibu yang meracik sendiri bumbu rujaknya, melambangkan apabila rasanya kurang enak, anaknya adalah lelaki, dan sebaliknya.<br />
<br />
9. Potong Tumpeng<br />
Acara diakhiri dengan upacara potong tumpeng. Tumpeng yang juga merupakan sesajen dalam upacara mitoni ini. Tumpeng isinya berupa tumpeng terbuat dari nasi, satu tumpeng besar di tengah-tengah dan 6 tumpeng kecil di sekelilingnya, sehingga totalnya berjumlah 7 buah tumpeng.<br />
<br />
Sajen tumpeng juga bermakna sebagai pemujaan pada arwah leluhur yang sudah tiada.<br />
<br />
<br />
<br />
Tumpeng dilengkapi minimal dengan: ikan, ayam (termasuk ayam goreng yang dipotong dari ayam hidup (ayam yang dibeli dalam keadaan hidup)), perkedel, tahu dan tempe serta sayur gudangan (urap) yang bermakna agar calon bayi selalu dalam keadaan segar. Urap tersebut juga dibuat tanpa cabe (tidak pedas).<br />
<br />
Potong tumpeng dilakukan oleh calon ayah dan diterima oleh calon ibu. Lalu keduanya melakukan upacara suap-suapan.<br />
<br />
<br />
Selain itu, juga terdapat bubur 7 rupa. Bubur merah dan bubur putih dibuat dalam 2 wadah, yang satu bubur merah dan diberi sedikit bubur putih di tengahnya, dan sebaliknya (melambangkan benih pria dan wanita yang bersatu dalam wujud bayi yang akan lahir). Pada upacara mitoni ini, bubur 7 rupa dilengkapi dengan bubur candil, bubur sum-sum, bubur ketan hitam, bubur ... dan bubur ....<br />
<br />
Makna Terdalam Upacara Mitoni<br />
Kehamilan dipercaya merupakan fase di mana calon jabang bayi sudah mulai berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya melalui perantaraan sang ibu. Hubungan psikis antara ibu dan anak pun sudah mulai terjalin erat mulai dari fase ini. Bagi masyarakat Jawa, kehamilan adalah bagian dari siklus hidup seorang manusia. Oleh karena itu keberadaan si calon jabang bayi selalu dirayakan oleh masyarakat Jawa dengan ritual yang bernama mitoni.<br />
<br />
<br />
Mitoni sendiri berasal dari kata pitu atau tujuh. Hal itu karena mitoni diadakan ketika usia kandungan masuk tujuh bulan. Ritual ini bertujuan agar calon bayi dan ibu selalu mendapatkan keselamatan. Ada beberapa rangkaian upacara yang dilakukan dalam mitoni, yaitu siraman sebagai simbol, memasukkan telor ayam kampung ke dalam kain calon ibu oleh sang suami, ganti busana, memasukkan kelapa gading muda, memutus lawe/lilitan benang/janur, memecahkan periuk dan gayung, minum jamu sorongan, dan nyolong endhog (mencuri telur). Rangkaian upacara itu dipercaya sebagai prosesi pengusiran marabahaya dan petaka dari ibu dan calon bayinya.<br />
<br />
Ritual mitoni sarat dengan simbolisasi. Upacara siraman, misalnya, adalah simbol pembersihan atas segala kejahatan dari bapak dan ibu si calon bayi. Sedangkan memasukkan telur ayam kampung ke dalam kain calon ibu adalah perwujudan dari harapan agar bayi bisa dilahirkan tanpa hambatan yang berarti. Memasukkan kelapa gading muda ke dalam sarung dari perut atas calon ibu ke bawah adalah simbolisasi agar tidak ada aral melintang yang menghalangi kelahiran si bayi.<br />
<br />
Setelah itu calon ibu akan berganti pakaian dengan kain 7 motif. Para tamu diminta untuk memilih kain yang paling cocok dengan calon ibu. Sedangkan pemutusan lawe/lilitan benang atau janur yang dilakukan setelah pergantian kain masih bermakna agar kelahiran berjalan dengan lancar. Lilitan itu harus diputus oleh suami. Pemecahan gayung atau periuk mengandung makna agar saat nanti sang ibu mengandung lagi, diharapkan kehamilannya berjalan dengan lancar. Sedangkan upacara minum jamu sorongan (dorongan) berarti bayi bisa lahir dengan cepat dan lancar seperti disurung (didorong). Dan yang terakhir, mencuri endhog atau telur, merupakan perwujudan atas keinginan calon bapak agar proses kelahiran berjalan dengan cepat, secepat maling yang mencuri.<br />
<br />
Untuk melakukan mitoni, harus dipilih hari yang benar-benar bagus dan membawa berkah. Orang Jawa memiliki perhitungan khusus dalam menentukan hari baik dan hari yang dianggap kurang baik. Selain itu, biasanya mitoni digelar pada siang atau sore hari. Hari yang dianggap baik adalah Senin siang sampai malam serta Jumat siang sampai Jumat malam.<br />
Mitoni tidak bisa dilakukan pada sembarang tempat. Dulu mitoni biasa dilakukan di pasren atau tempat bagi para petani untuk memuja Dewi Sri, Dewi Kemakmuran bagi para petani. Namun mengingat dewasa ini sangat jarang ditemui pasren, maka mitoni dilakukan di ruang tengah atau ruang keluarga selama ruangan itu cukup besar untuk menampung banyak tamu. Anggota keluarga yang tertua seringkali dipercaya untuk memimpin pelaksanaan mitoni.<br />
<br />
Setelah melakukan serangkaian upacara, para tamu yang hadir diajak untuk memanjatkan doa bersama-sama demi keselamatan ibu dan calon bayinya. Tak lupa setelah itu mereka akan diberi berkat untuk dibawa pulang. Berkat itu biasanya berisi nasi lengkap beserta lauk pauknya.<br />
<br />
<br />
<br />
Sumber : debritto.net, mylittlean9el.blogspot.com & elbelinda.blogspot.com<br />
<div>
<br /></div>
Unknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-3156125511355596317.post-72775220791706709642018-04-24T05:27:00.000+07:002022-01-22T02:05:17.653+07:00Tak Sengaja, Penampakan Langit Menyeramkan Terekam Kamera (Video)<iframe allow="autoplay; encrypted-media" allowfullscreen="" frameborder="0" height="315" src="https://www.youtube.com/embed/HoGbiEcWilY" width="560"></iframe>Unknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-3156125511355596317.post-48928112854385480222018-04-24T05:23:00.002+07:002022-01-22T02:05:17.648+07:00Ini Video Keajaiban Sumber Tirta Calonarang Desa Banaran Kediri<iframe allow="autoplay; encrypted-media" allowfullscreen="" frameborder="0" height="315" src="https://www.youtube.com/embed/JKGOfVBrEME" width="560"></iframe><br />
<br />
KEDIRI – Sumber mata air yang berada di dalam Area Pura Dalem Calonarang Dusun Putuk Desa Banaran Kecamatan Kandangan Kabupaten Kediri, dipercaya warga memiliki kekuatan magig, Banyak warga menanfaatkan mata air ini untuk membersihkan diri dari gangguan mahluk halus maupun untuk kesembuhan segala penyakit.
Mata air ini terletak di lereng perbukitan dengan latar belakang panorama pedesaan.<br />
<br />
Tidak heran bila tempat ini sekaligus menjadi jujugan wisata religi. Dihiasi hamparan sawah dan aliran air sungai yang bening, membuat siapapun yang datang akan merasa tenang dan damai.
Sumber mata air yang terkadang berubah warna tersebut, menurut warga sudah ada sejak puluhan tahun, namun sebelumnya dibiarkan apa adanya hingga kemudian dibangunlah sebuah Pura oleh salah seorang warga asal Bali dengan maksud untuk tempat persucian dan dinamakan Pura Dalem Calonarang.<br />
<br />
“Sumber mata air atau disebut sumber Tirta Calonarang ini digunakan untuk membersihkan dan menyucikan jiwa raga dari pengaruh negatif dari segala kekuatan ilmu hitam dan melebur segala kekotoran. Jika anda membutuhkan pengobatan alternatif atau ingin melebur segala mala atau kotoran dalam tubuh manusia maka anda perlu melukat atau meruwat di sini.
Selain iti sumber tirta calonarang tersebut bisa digunakan untuk siapa saja tanpa membedakan keyakinan.Unknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-3156125511355596317.post-70241244362577389322018-04-24T05:19:00.002+07:002022-01-22T02:05:17.652+07:00Misteri Sumber Kendung Miliki Cerita Tempat Permandian Para Selir Kerajaan Kediri<iframe allow="autoplay; encrypted-media" allowfullscreen="" frameborder="0" height="315" src="https://www.youtube.com/embed/xti8gCcF9Os" width="560"></iframe>Unknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-3156125511355596317.post-78273157354454611632018-04-24T05:15:00.002+07:002022-01-22T02:05:17.656+07:00Desa Canggu Kabupaten Kediri Mendadak GemparKEDIRI : Warga Dusun Pandan Lor Desa Canggu Kecamatan Badas Kabupaten Kediri Jawa Timur mengucapkan rasa syukur dengan menggelar syukuran tumpengan atas situs pandan yang baru saja terkuak oleh tim damar panuluh nusantara .jumat (20/4/2018).<br />
<br />
Selain menggelar tumpengan,tim damar Panuluh nusantara bersama warga dan perangkat dusun melakukan pembuktian interakasi melalui media tim EDPN.<br />
<br />
Tidak hanya itu saja, tim damar panuluh nusantara berhasil mengungkap keberadaan batu andesit berelief dan lumpang padi pada masa abad kerajaan Majapahit.<br />
<br />
Menurut petunjuk, ada 18 umpak batu dan batu segi 4 berelief hingga saat ini berhasil ditemukan sejumlah 13 .<br />
<br />
Kondisi dan keberadaan batu tersebut terletak duberbagai tempat yang berbeda, sebanyak 4 batu diantaranya ditemukan dipekarangan rumah bapak Karni warga yang tidak jauh dari lokasi penemuan.<br />
<br />
Hingga kini warga masih melakukan pencarian lanjutan hingga genap 18 buah sesuai dengan petunjuk. <br />
<br />
liputan: Harry<br />
<br />
()<iframe allow="autoplay; encrypted-media" allowfullscreen="" frameborder="0" height="315" src="https://www.youtube.com/embed/AO1XcBQj-M4" width="560"></iframe>Unknownnoreply@blogger.com